Mengenal Lebih Dekat Amat Purnomo, Si Pelempar Granat ke Pertahanan Belanda

Mengenal Lebih Dekat Amat Purnomo, Si Pelempar Granat ke Pertahanan Belanda
Amat Purnomo saat berada dikediamannya, Jum'at (10/11/2017).

INDRAGIRI HILIR - Meskipun Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 17 Agustus 1945 pasca di Bom Atomnya dua Kota di Jepang yang pada saat itu menjajah Indonesia, namun nyatanya perjuangan serta merta belum berakhir. Ditengah mempersiapkan negara ini, Belanda pun kembali merongrong Indonesia, masa – masa inilah yang menurut Amat Purnomo merupakan masa tersulit dan sangat diingatnya hingga saat ini.

Amat Purnomo merupakan veteran yang tersisa saat ini dan ikut langsung pada perjuangan mengusir Belanda dari tanah air pada masa tersebut.

Sulitnya masa – masa tersebut, menurut pria berusia 93 tahun ini, karena Indonesia yang baru saja merdeka dari Jepang masih belum mempunyai persiapan.

Amat Purnomo yang pada saat itu baru saja tamat sekolah setara Sekolah Menengah Atas (SMA) mengisahkan, pasca tentara Jepang di Asia Tenggara termasuk di Indonesia ditarik kembali ke negara mereka yang hancur dibom oleh Amerika, pemerintahan mendadak diserahkan ke Ir. Soekarno.

Semenjak itu, Indonesia mulai merintis mengenai pembangunan negara, termasuk munculnya Jendral Sudirman yang pada waktu itu membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR).

“Sampai tahun 1947, rencana pemerintah belum sampai, akhirnya Belanda masuk ke Indonesia, sedangkan Indonesia persiapannya belum ada,” ujar Amat Purnomo kepada di Kediaman di Parit 9 Tembilahan Hulu, Inhil, Jum’at (10/11/2017).

Minimnya persiapan, akhirnya pertahanan rakyat membubarkan diri dan lari ke sejumlah pelosok untuk menyelamatkan diri dari Belanda.

“Akhirnya bubar lari semua masuk kampung, masuk hutan. Kita membangun pertahanan rakyat belum kuat, jadi nggak berani melawan, kita tenang - tenang aja, cuma menyingkir dari daerah patroli dia (Belanda,red),” ungkap Amat yang pada saat itu berada di Jawa Tengah seperti diberitakan Tribun Pekanbaru.

Setelah bersembunyi dari Belanda, kekuatan pun akhirnya timbul pada tahun 1948, setelah semua keamanan rakyat berkonsolidasi menyusun kekuatan untuk menggangu pertahanan belanda itu.

Disinilah Amat Purnomo bersama rekan – rekannya yang tergabung dalam Gerakan Operasi Militer (GOM) ke II mulai bergerilya di malam hari mengganggu Belanda.

“Mulai bergerak, kalau siang tidak berani jadi kita malam. Istilahnya gerilya, jadi tiap jam 8 malam turun dari gunung mengganggu pertahanan belanda, itu yang kita ganggu,” ucap Amat Purnomo.

Untuk mengganggu pertahanan Belanda tersebut, Amat beserta rekan – rekannya pun berlatih di gunung oleh komandannya.

Amat mengatakan, pada saat itu strategi penyerangan yang dilakukan adalah dengan menyiapkan dan melatih dua kelompok pasukan, satu kelompok bertugas menembak lampu dan satu kelompok melemparkan granat.

“Jadi kalau sudah mati lampu, banyak belanda yang bingung dan keluar, pada saat itulah disusuli dengan granat,” tukasnya Amat yang pada saat itu bertugas melemparkan granat.

Granat yang dilemparkan pun, menurut Amat sudah dimodifikasi dengan dimasukkan kedalam bambu, agar memudahkan melempar dan jarak tempuh saat dilempar semakin jauh.

“kalau di Jawa kan banyak bambu panjang, ujungnya dibelah 5 meter untuk narok granat. Jadi latihan pakai batu yang sama beratnya dengan granat,” papar Amat lagi.

Hingga akhirnya pertahanan Belanda yang pada saat itu terletak di bekas asrama pabrik gula di Jawa Tengah berhasil dipukul mundur oleh Amat dan rekan – rekannya.

“Memang lumayan itu pertahan Belanda. Lama - lama belanda merasa takut, merasa kekuatan di Indonesia masih berbahaya anggapan dia kan. Dari asrama itu semua Belandanya pindah ke garis depan kumpul menghadapi pasukan Diponegoro dan Brawijaya,” ujarnya.

Namun rasionalisasi pasukan harus dilakukan pemerintah terhadap setiap pasukan, akibat ketiadaan biaya pasca berhasilnya Amat dan pasukan memukul mundur Belanda dari daerahnya.

Akhirnya pada tahun 1951, para pasukan yang terkena rasionalisasi ditarik kembali dan aktif kembali.

Disinilah awal mula Amat sampai bertugas di Sumatera hingga akhirnya sampai ke Kabupaten Inhil.

Timbulnya peristiwa PRRI di Sumatera Barat (Sumbar) pada tahun 1958, membuat Amat dikirim bertugas di Batalyon 132 Bukittinggi. Setelah mengikuti sekolah bintara teritorial pada tahun 1970, Amat pun mendapat wilayah tugas di Kabupaten Inhil.

“Setelah sekolah itu diundi, saya mendapat tugas di Kodim Inhil. Kita tugas biasa di kodim sini patroli daerah sampai akhirnya pensiun,” tutur Amat.

Dibawan pimpinan Komandan Kodim saat itu, yaitu Arisman zakaria, Amat menuturkan, jika dirinya dan rekan – rekannya dianjurkan untuk tidak pindah saat pensiun, untuk mendidik masyarakat.

“Pertama pindah kesini (Inhil) ada 18 orang, akhirnya sekarang tinggal berdua yang lain sudah almarhum semua,” tandas Amat Purnomo.

Saat ini Amat Purnomo tinggal dengan sederhana bersama istrinya di Jalan Gerilya Gg. Rilek I Parit 9 Kecamatan Tembilahan Hulu, Kabupaten Inhil, Sementara anak – anaknya sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri.

Sumber: tribunpekanbaru

Halaman :

Berita Lainnya

Index