Mati dalam Kesendirian Kini Menjadi Trend di Jepang

Mati dalam Kesendirian Kini Menjadi Trend di Jepang
Ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Soal memilih bagaimana cara untuk mati, ternyata Jepang tak hanya memiliki kebiasaan mati dengan cara harakiri saja. Negeri sakura tersebut juga memiliki kebiasaan yang dinamai kodokushi, atau memilih mati dalam kesendirian.

Kodokushi inilah yang kini menjadi permasalahan serius pemerintah Jepang.

Pasalnya, akhir-akhir ini ada banyak lansia di jepang yang memilih mati dengan cara kodokoshi.

Seperti yang terjadi pada seorang pria berusia sekitar 50 tahun ditemukan meninggal di sebuah apartemen kecil di Tokyo, Kamis (30/11/2017).

Pihak berwenangn menduga jika pria tersebut menjadi korban kodokushi.

Pria tersebut diperkirakan meninggal dunia tiga minggu yang lalu tanpa disadari oleh lebih dari 10 juta orang yang menghuni Ibu Kota Jepang tersebut.

Jasadnya membusuk dipenuhi belatung dan serangga berwarna hitam.

Petugas kebersihan yang bertanggung jawab membersihkan apartemen tersebut pun mengeluh ketika harus mensterilkan ruangan tersebut.

Apalagi belatung dan serangga hitam itu masih banyak berceceran di kasur pria korban kodokushi tersebut.

"Ugh, ini sangat serius. Anda mengenakan baju pelindung untuk mencegah serangga yang mungkin membawa penyakit," katanya.

Kodokushi menjadi masalah yang terus berkembang di Jepang, di mana 27,7 persen dari populasi berusia lebih dari 65 tahun dan banyak orang menyerah mencari pasangan hidup di usia paruh baya.

Para ahli menyatakan, kombinasi antara budaya Jepang yang unik, sosial, dan faktor demografi bergabung menjadi masalah serius.

Tak ada angka resmi terkait kodokushi, tetapi kebanyakan ahli meyakini 30.000 orang mati dalam kesendirian per tahun.

Masyarakat modern Jepang mengalami perubahan budaya dan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.

Pakar demografi mengatakan, jaring pengaman sosial negara tersebut telah gagal mengimbangi beban keluarga untuk merawat orangtua.

"Di Jepang, keluarga menjadi fondasi dukungan sosial," kata Kasuhiko Fujimori, kepala riset di Institut Informasi dan Penelitian Mizuho.

"Namun, kondisi itu telah berubah dengan peningkatan orang yang memilih hidup sendiri dan jumlah keluarga semakin mengecil," lanjutnya.

Dalam tiga dekade terakhir, Jepang menghadapi pangsa rumah tangga penghuni tunggal yang tumbuh lebih dari dua kali lipat menjadi 14,5 persen dari total populasi. Kenaikan tersebut terutama didorong pria berusia 50-an dan wanita berusia 80-an atau lebih.

Tingkat pernikahan juga menurun. Para pakar meyakini, banyak pria khawatir pekerjaan mereka terlalu genting untuk menetap dan memulai sebuah keluarga.

Selain itu, lebih banyak wanita memasuki dunia kerja merasa tidak membutuhkan suami untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Satu dari empat pria Jepang berusia 50 tahun tidak pernah menikah. Pada 2030, angka tersebut diperkirakan naik menjadi satu dari tiga pria.

Sebanyak 15 persen lansia di Jepang hidup dalam kesendirian. Mereka bahkan hanya berbincang satu kali dalam sepekan. Angka itu lebih tinggi dari jumlah lansia yang hidup sendiri di Swedia, Amerika Serikat, dan Jerman yang berkisar 6-8 persen. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index