Kisah Juru Masak Bogor Jadi Pejuang ISIS, Dicampakkan sampai Ditipu

Kisah Juru Masak Bogor Jadi Pejuang ISIS, Dicampakkan sampai Ditipu
Aldiansyah Syamsudin, juru masak di Bogor yang menjadi pejuang ISIS (Foto: ABC)

HARIANRIAU.CO - Seorang anggota kelompok ISIS asal Indonesia menceritakan kisahnya bagaimana menemukan jalannya bergabung dengan ISIS. Namanya Aldiansyah Syamsudin alias Abu Assam Al Indonisiy seorang juru masak di Bogor pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.

Ia ditangkap di Suriah oleh Pasukan Demokratik Suriah yang didukung negara Barat (SDF).

Dia diajari cara menembakkan senapan mesin dan AK-47. ISIS janji dirinya akan menerima empat istri, sebuah mobil dan sebuah rumah, yang ternyata hanya janji belaka.

Selama menjadi pejuang ISIS, bukan istri dan kehidupan wah yang ia dapatkan, malah ditinggalkan dalam keadaan “terluka, sakit dan kelaparan”.

Ia adalah satu-satunya anggota yang selamat dari serangan udara yang menghancurkan kendaraan dan pejuang lainnya.

Sedihnya dalam keadaan terluka parah, dia diabaikan oleh penduduk setempat sebelum akhirnya ditangkap.

“Sekarang ISIS tidak peduli dengan saya, mengapa saya harus mengikuti ajaran mereka?” katanya dalam wawancara dengan ABC.

Yang ia inginkan adalah dia ingin kembali ke Indonesia dan pulang ke rumah seperti sedia kala.

Dari Dapur ke Medan Perang

Perjalanan Syamsudin dimulai setelah lulus dari pondok pesantren di Bogor. Ia mengaku mengalami radikalisasi lewat internet, bukan di masjid.

Ia bergabung dengan kelompok bernama Gadi Gado yang terhubung dengan layanan pesan terenkripsi, Telegram dan bertemu dengan banyak orang.

Ia bertemua dengan orang Indonesia yang bernama Abu Hofsah yang memberitahukan kepadanya bagaimana caranya ke Suriah.

Dia mengklaim Hofsah mengiriminya uang sebesar $ AS 1.000 atau Rp. 13 juta untuk tiket pesawat untuk pergi ke Suriah.

Dia tiba di Turki pada bulan Maret tahun 2016 dan tinggal di sebuah rumah di kota Gaziantep sebelum melintasi perbatasan Suriah.

“Pada malam hari seorang Muharrib datang dan memberi tahu kami, ‘saatnya pergi ke perbatasan’ Kami berjalan dengan mobil ke perbatasan dan sepuluh dari kami terus berjalan kaki,” katanya.

“Kami menyeberangi sungai dan terus berjalan kaki. Kami menemukan sebuah barikade logam dan berlari cepat. Tentara Turki menembak kami tapi akhirnya kami tiba di Khilafah,” lanjutnya.

Dia tiba di Suriah pada bulan April 2016, lebih lambat dari pada kebanyakan pejuang asing yang memasuki Suriah.

Ceritnya mampu membuktikan ISIS berhasil menembus wilayah perbatasan Turki dengan baik setelah pihak berwenang Turki melakukan pembongkaran.

Syamsudin mengatakan bahwa dia dilatih oleh orang Indonesia, menggunakan alias Abu Walid al Indonesiya dan seorang Filipina yang menggunakan alias Abu Abdulrohman al Phillipini.

Kendati pengakuannya tidak bisa diverifikasi, tapi dia mengaku dilatih oleh IS dalam cara menggunakan berbagai senjata ringan.

“Saya mengikuti pelatihan militer di provinsi Hama (Suriah) selama sekitar 20 hari, saya belajar menggunakan empat senjata, termasuk Kalashnikov, RPG [granat roket] dan senapan mesin PKC,” katanya.

Sementara pihak berwenang yakin ratusan orang Indonesia telah melakukan perjalanan untuk bergabung dengan ISIS.

Syamsudin mengatakan bahwa dia hanya mengenal lima orang negaranya di Suriah.

Dan, meski bertahun-tahun mendapat berita dan propaganda yang menggambarkan kebrutalan kelompok tersebut, dia mengklaim bahwa dia tidak datang ke Raqqa untuk bertarung.

“Saya tertarik untuk bergabung dengan ISIS karena teman saya mengatakan bahwa hidup itu gratis dan nyaman, bisa memiliki empat istri, dan ISIS juga akan memberi uang, rumah dan mobil,” katanya.

Mendengar janji ISIS itu, bukannya tumpangan gratis dan empat istri yang ia dapatkan, Syamsudin mengatakan ia justru menderita.

“Setelah saya menyelesaikan latihan saya, kami bepergian dengan mobil saat kami diserang oleh pesawat tempur. Seluruh teman saya terbunuh tapi saya selamat,” katanya.

“Saya terluka, sakit dan kelaparan. Saya tidak tahu apa yang sedang terjadi Saya tidak mengerti apa-apa,” ujarnya dikutip dari pojoksatu.id.

“Saya tidak mengerti bahasa Arab, saya mendekati penduduk setempat, meminta bantuan pada mereka, tapi malah mereka menghindari saya,” ucapnya.

Dia ditangkap oleh SDF yang didukung barat. Setelah ditangkap ia ingin kembali ke rumah, Syamsudin mengatakan dia tidak akan menimbulkan ancaman.

Halaman :

Berita Lainnya

Index