59 Bocah Usia SD dan 132 Usia SMP Jadi Pecandu Narkoba

59 Bocah Usia SD dan 132 Usia SMP Jadi Pecandu Narkoba

HARIANRIAU.CO - Narkoba benar-benar tidak memilih korban yang disasar. Tidak peduli orang dewasa, anak-anak, orang berduit, publik figur, laki-laki maupun perempuan. Di Lampung narkoba sudah menyasar puluhan siswa SD.

Berdasar catatan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Lampung, 59 anak usia SD terpapar narkoba. Jumlah itu meningkat tajam bila dibandingkan dengan 2016 yang hanya 13 orang. Atau naik 4 kali lipat.

Kenaikan juga tercatat pada pengguna narkoba pada usia sekolah menengah pertama (SMP). Tahun ini 132 pengguna narkoba usia SMP menjalani rehabilitasi. Padahal, tahun lalu yang menjalani rehabilitasi hanya 48 orang.

Di level usia SMA lebih parah lagi. Sebanyak 608 anak terpapar narkoba. Tahun lalu, BNNP Lampung mencatat hanya 101 anak.

Kepala BNNP Lampung Brigjen Tagam Sinaga menyatakan, tren kenaikan juga dialami tingkat perguruan tinggi. Sebanyak 79 orang terpapar narkoba. Sementara itu, tahun lalu hanya 21 orang.

Menurut Tagam, tren kenaikan disebabkan pengguna narkoba terus melakukan regenerasi. ”Ini yang paling menyedihkan, pengguna SD 59 orang. Ada regenerasi pengguna narkoba,” ungkap Tagam di kantor BNNP Lampung kemarin.

Tren regenerasi tersebut juga berpengaruh terhadap overkapasitas di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rutan. Penelitian BNNP Lampung menunjukkan, 60 persen narapidana terjerat kasus narkoba. Sementara itu, sisanya pidana biasa.

Tetapi, mereka yang terjerat pidana biasa tersebut juga pengguna narkoba. Jadi, menurut dia, bisa dikatakan 90 persen napi terpapar narkoba.

Yang paling menyedihkan adalah peningkatan signifikan di tingkat usia SD. Sebab, 90 persen anak-anak tersebut terpapar zat psikotropika yang berasal dari lem. Karena itu, BNNP berkoordinasi dengan aparat kepolisian mengawasi penjualan lem.

”Kami sudah koordinasi bagaimana penjualnya menjual untuk siapa. Kalau anak kecil belinya sering kan patut kita curigai,” katanya.

Kabid Pencegahan BNNP Lampung Ahmad Alamsyah menambahkan, lem dipakai para bandar untuk mengenalkan narkoba di kalangan anak. Setelah itu, anak-anak tersebut mengenal rokok. Kemudian beralih ke zat adiktif lainnya. Misalnya, ganja hingga sabu-sabu.

Alamsyah menjelaskan, para bandar narkoba juga terus berinovasi agar dagangannya kian laris. ”Seperti kasus di Polresta Bandar Lampung yang belum lama ini mengungkap adanya sabu berwarna pink. Dari uji lab BNN, sabu itu hanya diberi pewarna. Sebab, bandar berinovasi untuk mengelabui penegak hukum. Mungkin ke depan ada sabu warna lain,” ujar Alamsyah.

Selain lem, zat psikotropika yang menyasar anak-anak adalah jamur kotoran sapi. Hal itu diungkapkan dr Novan Harun yang merupakan dokter di BNNP Lampung.

”Selain lem, anak-anak menggunakan yang istilahnya disebut mushroom. Nah, itu juga memberikan efek ke penggunanya karena mengandung katelisidin,” jelas Novan.

Pihaknya sudah mengidentifikasi adanya cookies berbahan baku ganja. Tetapi, kata dia, cookies itu belum ditemukan di Lampung. ”Sama permen narkoba di Lampung juga belum ada. Kami koordinasikan dengan BPOM terus,” tandasnya.

Halaman :

Berita Lainnya

Index