Buntut Brimob Tembak Mahasiswa, Walikota Bogor Tutup THM Lips

Buntut Brimob Tembak Mahasiswa, Walikota Bogor Tutup THM Lips

HARIANRIAU.CO - Kasus brimob tembak mahasiswa yang juga kader Gerindra Fernando Wowor berbuntut panjang. Wali kota Bogor Bima Arya langsung menutup tempat hiburan malam (THM) yang menjadi lokasi perkelahian maut, Sabtu (20/1) dini hari lalu.

Bima juga meminta jajarannya memeriksa perizinan THM yang kerap menimbulkan masalah di kawasan Sukasari, Bogor Timur, Kota Bogor, tersebut.

“Kami memeriksa dokumen perizinan, dan kita sedang kaji langkah cepat yang bisa dilakukan. Karena sudah berapa kali menimbulkan persoalan, lebih banyak mudharat,” ujar Bima, ditemui wartawan usai melakukan sidak ke sejumlah THM, seperti dilansir Radar Bogor, Senin (22/1).

Bima menyebut, sebaiknya Lips dan THM serupa tak lagi beroperasi. Dia juga berjanji akan memeriksa tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) Lips, dan tidak akan memperpanjang masa berlakunya.

“Jika dibandingkan dengan Alexis, tinggal menunggu sampai perpanjang. Tapi beda dengan Lips, dan sekarang kami akan cek lagi, tapi ini sudah banyak kejadian, sebaiknya ditutup saja,” cetusnya.

Dia juga berjanji akan menyisir lokasi THM lain yang memang kerap dikeluhkan warga, seperti tempat Karoke.

“Kami akan menyisir lokasi lain di wilayah Tajur bersasarkan informasi dari masyarakat. Kalau yang di BNR sudah tidak beroperasi lagi,” ucapnya.

Sikap Bima mendapat apresiasi dari para ulama. KH Ahmad Dahlan yang juga pimpinan pondok pesantren An Nuroniyah, Kedung Halang, Bogor Utara, mengaku sangat mendukung langkah Bima menutup THM itu dan menghapus kemungkaran.

“Itu (menghapus kemungkaran, red) bukan hanya tugas para ulama dan kyai, pemerintah pun punya tanggung jawab,” ungkap KH Ahmad Dahlan kepada pewarta.

Oleh karena itu, lanjut dia, sinergi yang selama ini terjalin antara ulama dan pemerintah harus dipertahankan dan ditingkatkan. Karena ulama, umaro dan masyarakat tidak bisa dipisahkan.

“Kami para ustaz, ulama hanya bisa menyampaikan dalil lewat dakwah, tanpa didukung pemerintah lewat kebijakan, tidak akan berhasil,” katanya.

Di bagian lain, kasus tewasnya Fernando Wowor akibat tembakan pistol milik Briptu Achmad Ridho, mendapat sorotan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Kompolnas mendesak Polri segera menuntaskan kasus tersebut agar tidak terjadi fitnah di masyarkat.

“Maka untuk kejadian ini, perlu penydikan yang serius, cepat dan tepat, sehingga tidak terjadi fitnah di masyarakat,” ujar Anggota Kompolnas, Andrea Hynan Poeloengan kepada Radar Bogor.

Andrea menegaskan, polisi harus mampu menyikapi permasalahan ini secara hati-hati. Dalam kasus ini, harus dipastikan apakah anggota Polri yang melanggar, atau justru hanya membela diri. Dalam hal ini, kata Andrea, perlu diselidiki pula, sedang apa Briptu Ridho di lokasi THM.

“Apakah menjemput calon istrinya atau apa. Itu yang perlu didalami lagi,” ujarnya.

Olah TKP, kata dia, seharusnya dapat dilakukan secepatnya. Sedangkan proses rekonstruksi harus menunggu kesembuhan Briptu Ridho itu sendiri. Dia juga mengingatkan agar police line di TKP harus terus diamankan agar bukti-bukti yang mungkin masih tertinggal tidak hilang atau rusak.

“Kejadian berdasarkan informasi yang masih perlu diklarifikasi ini, nampak seperti Briptu AR melakukan pembelaan diri. Termasuk mempertahankan pistol yang dibawanya, sehingga dalam keadaan terdesak dan teraniaya, ketika bergumul mungkin saja tidak sengaja tertarik pelatuknya,” jelas Andrea.

Lebih lanjut, kata Andrea, dari posisi jumlah Briptu Ridho jauh lebih sedikit, bahkan hanya didampingi calon istrinya. Namun ia dibekali senjata. Dalam keadaan membahayakan keselamatan dirinya (posisi tidak seimbang) atau orang lain, anggota Polri diperkenankan melakukan tembakan yang melumpuhkan.

“Hal ini diatur dalam Perkap Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi HAM dalam pelaksanaan tugas Polr,” jelas Andrea.

Andre juga mengungkapkan, pertanyaan berikutnya apakah Briptu Ridho dalam posisi sedang melaksanakan tugas. Atau sebaliknya dalam keadaan bertugas tetapi dalam keadaan membela dirinya beserta calon isterinya yang teraniaya.

Kompolnas juga menghimbau agar media, tidak memainkan opini, dengan membawa-bawa partai karena korban berinisial Fernando berada di THM tersebut. Sebab, tentunya korban bukan dalam melaksanakan tugas partai.

“Mereka hanya oknum, tidak terkait pekerjaan. Ini murni kriminal. Biar hasil penyidikan dan alat bukti yang dapat terbukti di persidangan yang memutuskan duduk permasalahan sesungguhnya,” ucapnya.

Di sisi lain, Kompolnas juga menyoroti jam operasional dari THM Lips. Menurutnya, perlu dikaji dari segi pengamanan lokasi tempat hiburan. Apakah jam operasional sudah sesuai dengan Perda di Kota Bogor. Jika belum, perlu ada tindakan tegas dari Pemkot Bogor.

Lalu apakah pengamanan di lokasi hiburan tersebut sudah sesuai dengan izin gangguan dan petugas keamanannya sudah sesuai dengan ketentuan standar teknis sistem keamanan sebagaimana di atur dalam Perkap Nomor 24 tahun 2007. Dalam hal ini Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah.

“Ini juga harus menjadi audit pihak yang berwenang, apakah THM tersebut masih layak beroperasi atau tidak? Karena sungguh aneh, ada pengeroyokan, tapi tidak bisa dilerai oleh pihak keamanan THM Lips. Harap semua pihak bersabar,” tandasnya.

Halaman :

Berita Lainnya

Index