Dewan Pers Didesak Revisi Tanggal Hari Pers Nasional

Dewan Pers Didesak Revisi Tanggal Hari Pers Nasional
ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mendesak Dewan Pers untuk merevisi tanggal Hari Pers Nasional (HPN). Peringatan HPN pada 9 Februari dinilai sebagai salah satu tradisi peninggalan Orde Baru di bidang pers.

HPN menggunakan rujukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Regulasi itu telah direvisi pada 1982 dengan keluarnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982. UU nomor 11 tahun 1966 tidak berlaku lagi setelah lahirnya UU Nomor 40 tahun 1999.

“Perkembangan itulah yang memicu lahirnya ide untuk merevisi Hari Pers Nasional.” Ketua Umum AJI, Abdul Manan dan Ketua Umum IJTI, Hendriana Yadi menyampaikannya dalam siaran pers pada Jumat, 9 Februari 2018.

Selain karena menggunakan hari kelahiran satu organisasi wartawan, pelaksanaan peringatan Hari Pers Nasional juga tidak banyak berubah dari pelaksanaan semasa Orde Baru. AJI dan IJTI menyatakan, tanggal 9 Februari sejatinya adalah hari kelahiran organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Peringatan tahunan itu mulai dilakukan setelah Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan tanggal itu sebagai Hari Pers Nasional (HPN).

Padalah, menurut kedua organisasi pers ini, setelah Soeharto jatuh menyusul gerakan reformasi tahun 1998, ada sejumlah perubahan penting yang terjadi dalam bidang media yaitu koreksi regulasi Orde Baru. Di antaranya, terbitnya UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers serta pencabutan Surat Keputusan (SK) Menteri Penerangan Nomor 47 tahun 1975 tentang pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia.
 
AJI dan IJTI mendesak Dewan Pers sebagai payung bagi organisasi komunitas pers segera membahas revisi tanggal HPN. Perubahan tanggal itu, menurut AJI dan IJTI, diharapkan tidak hanya membuat HPN bisa diperingati oleh lebih banyak komunitas pers, tapi juga untuk mengubah tradisi pelaksanaannya selama ini.
 
AJI dan IJTI juga meminta Presiden Jokowi mencabut SK Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menjadi dasar hukum penetapan 9 Februari sebagai HPN. Menurut AJI dan IJTI, ada sejumlah masalah mendasar dalam pelaksanaannya yaitu dasar hukum dari Keppres yang sudah tidak berlaku lagi.


sumber: tempo

Halaman :

Berita Lainnya

Index