PILU... Ini Kisah Pemred Cari Adik, Keponakan, Anak Buah dan Pimpinan yang Hilang

PILU... Ini Kisah Pemred Cari Adik, Keponakan, Anak Buah dan Pimpinan yang Hilang

HARIANRIAU.CO - Musibah bencana alam tidak bisa diprediksi. Datangnya tiba-tiba. Pergi meninggalkan derita. Seperti itulah yang dialami tim Radar Sulteng yang kantornya berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai.

Pemimpin Redaksi (Pemred) Radar Sulteng Murtalib menceritakan, saat-saat gempa mengguncang dan selama tiga hari kemudian, dirinya mencari adik, keponakan, tim redaksi, termasuk pemimpin perusahaan yang keberadaannya hingga sekarang belum diketahui.

Berikut kisah pilu Pemred Radar Sulteng Murtalib mencari adik, keponakan, anak buah dan pimpinan yang hilang pasca gempa dan tsunami Palu

Waktu itu Jumat (28/9) pukul 18.10 dan azan Magrib baru selesai berkumandang. Saya bersama anak saya baru selesai pakai sarung dan hendak menuju Masjid Nurul Amin yang berjarak sekitar 200 meter. Tiba-tiba terdengar suara geleduk. Kaki saya terangkat dan terbanting. Suasana gelap gulita.

Sekilat itu, saya langsung menarik anak saya yang berusia hampir 7 tahun tersebut. Tidak ingat lagi berapa kali jatuh bangun untuk bisa keluar dari rumah.

Istri saya juga histeris dan lari duluan ke luar rumah. Malam itu suasana Kota Palu kacau. Masing-masing menyelamatkan diri. Isu tsunami seketika membuat orang panik dan lari.

Saya pilih bertahan dan berusaha tidak panik. Kondisi lalu lintas di hampir semua jalan padat merayap dengan bunyi klakson kendaraan.

Anehnya, isu tsunami dari dua arah berlawanan. Satu dari pantai dan satunya dari Danau Lindu. Sekitar dua jam berlalu. Wilayah tengah Kota Palu termasuk tidak begitu kena dampaknya. Hanya, gempa terus terjadi dengan intensitas keras dan lemah.

Setelah semua keluarga menurut saya aman, barulah saya berusaha mengontak rekan-rekan di kantor. Termasuk, pimpinan H Kamil Badrun. Semua nomor handphone tidak aktif. Sesekali kawan Jawa Pos mengontak saya, tapi tidak terdengar suara.

Kantor Radar Sulteng tetap berdiri kokoh pasca gempa

Kantor Radar Sulteng tetap berdiri kokoh pasca gempa

Grup WA internal Radar Sulteng juga tidak aktif. Saya putuskan Radar Sulteng tidak terbit karena kondisi gelap dan jaringan telekomunikasi terputus. Terlebih, kantor Radar Sulteng berlokasi sekitar 100 meter dari pantai.

Keesokan paginya, Sabtu (29/9), saya langsung mendatangi rumah Manajer Umum Fahmi Laguliga di Pegunungan Talise. Alhamdulillah, dia sekeluarga selamat. Pagi itu juga kami berdua melihat kantor Radar Sulteng.

Alhamdulillah, puji syukur, kondisi dari luar utuh. Hanya, di bagian dalam, mulai lantai 1 hingga 3, isinya berantakan. Ada plafon yang jebol. Dinding retak-retak. Hanya kondisi dalam percetakan yang belum saya ketahui karena terkunci.

Di halaman belakang kantor, beberapa mobil tersangkut. Beberapa mayat belum dievakuasi. Ngeri sekali. Sebab, bagian belakang kantor yang sebelumnya ditempati banyak kafe dan rumah penduduk menjadi bersih, bekas disapu tsunami.

Kantor Radar Sulteng

Kondisi ruangan Kantor Radar Sulteng pasca gempa

Dari pengakuan Sobirin, kru Radar TV yang saat kejadian bertahan di kantor, kawan-kawan dari Radar Sulteng maupun Radar TV langsung semburat dan menyelamatkan diri. Yang lari ke dataran tinggi dipastikan selamat. Untuk yang lari ke jalur pantai, belum diketahui nasibnya.

Hingga hari ini, Minggu (30/9), di antara 25 kru redaksi Radar Sulteng, baru sebagian kecil yang saya ketahui selamat. Saya berdoa, semoga semua selamat.

Ada tiga kru yang memiliki rumah di pinggir pantai. Yakni, Sudirman, Taswin, dan Irawati. Tiga rumah kru Radar Sulteng tersebut tersapu tsunami. Bagaimana nasib mereka? Wallahualam.

Keberadaan Mugni Supardi, juru kamera yang suka wira-wiri di kantor, kabarnya, juga belum diketahui. Saya belum sempat mencari ke lokasi pengungsian di dataran tinggi yang ditempati begitu banyak manusia. Sekali lagi, mudah-mudahan semua kawan-kawanku selamat, ikut di antara masyarakat yang mengungsi.

Tsunami Palu

Tsunami Palu. (Istimewa)

Setelah seharian keliling kota dan mengantar rekan-rekan Jawa Pos ke lokasi-lokasi yang terisolasi, saya juga berusaha mencari jejak adik saya yang bernama Nur Imamah bersama anaknya, Asyifa, 6, yang hilang sejak hari pertama gempa.

Kebetulan, adik saya itu bekerja di PT Jasa Raharja Sulteng. Ada juga tim Jasa Raharja yang turut membantu pencarian. Hasilnya masih nihil.

Saat ini yang mendesak diperlukan pengungsi adalah kebutuhan makanan, tenda, listrik, dan jaringan telekomunikasi.

Memasuki hari keempat setelah bencana, yakni Senin besok, belum ada media lokal yang terbit di Palu. Semoga cepat ada perbaikan sarana dan prasarana umum. Saya juga berdoa, semoga tidak ada gempa susulan.

Sumber: pojoksatu

Halaman :

Berita Lainnya

Index