Murid SD Dibacok Bapak Tiri, Leher dan Tangannya Bersimbah Darah

Murid SD Dibacok Bapak Tiri, Leher dan Tangannya Bersimbah Darah
Korban dirawat di rumah sakit didamingi keluarga besarnya

HARIANRIAU.CO - Malang sekali nasib SMH (12), murid kelas VI Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan ini, dibacok pada bagian leher dan tangan.

Mirisnya, sang pelaku adalah Martua Siregar (35) yang tak lain adalah ayah tiri SMH.

Metro Tabagsel (Jawa Pos Group), Senin (10/12), menghimpun informasi dari ruang rawat anak RS TNI AD Kota Padangsidimpuan, tempat SMH dirawat.

Kemarin, SMH, korban penganiayaan oleh ayah tiri ini telah siuman. Kedua tangannya pada bagian jemari dibalut perban, menutup luka sayat yang dialaminya. Begitu juga pada bagian leher, lukanya cukup parah pada bawah telinga sebelah kanan.

Mata anak pertama buah hati Sahlan Hasibuan dan Puli Pulungan ini tampak waspada melihat suasana yang ramai dikunjungi keluarga, terlebih pada orang yang belum dikenalnya. Di sini, ia dijaga ibunya, ayah kandung Sahlan Hasibuan, nenek, etek (bibi dari saudari ibu) dan nenek dari ayah kandungnya, Asni Harahap.

Nenek Salsah dari ibu kandung bercerita, jika selama ini cucunya ini, ia rawat semenjak kecil. Dan memang tinggal satu rumah bersamanya di Desa Sitaratoit, Kecamatan yang sama.

Dikutip dari laman pojoksatu.id, Hingga pada akhirnya, sekitar empat tahun lalu, Puli dipinang oleh Martua Siregar (35). Dan Salsah pun tinggal dengan ibu dan ayah tirinya serta seorang anak buah hati Puli dan Martua ini yang saat ini berusia 3 tahun itu di Desa Lobulayan.

Sepekan terakhir, Salsah mengalami sakit. Dan ia pun tinggal kembali dengan sang nenek di Desa Sitaratoit. Pada Sabtu (8/12), SMH dijemput oleh orangtuanya. Dan kembali tinggal di Lobulayan. SMH tercatat sebagai murid sekolah dasar di Desa Lobulayan. Ia duduk di bangku kelas enam.

“Kalau ceritanya saya tak tahu. Tapi kata ibunya, dia mau kembali ke Sitaratoit. Kalau kau tidak betah di sini, ayo biar kuantar kau ke rumah nenekmu, kata ayah tirinya,” cerita nenek SMH, sembari menahan derai airmata.

Pada Minggu siang itu, Martua mengantarkan SMH ke rumah neneknya di Sitaratoit, melewati perkebunan salak yang menjadi pembatas kedua desa itu. Di tengah perjalanan, Martua yang saat ini belum diketahui motifnya melakukan penganiayaan dengan senjata tajam berupa parang terhadap SMH.

“Itulah dapat kabar sudah di sini. Bagaimanalah nggak menangis, dia aku yang merawatnya sejak kecil,” timpal perempuan paruh baya itu.

Puli Pulungan sendiri masih dalam keadaan syok, dan terlihat lunglai. Ibu dari SMH sekaligus istri pelaku penganiayaan ini tak dapat diajak bicara. Sementara di luar ruangan, tampak Sahlan mondar-mandir.

Sahlan merupakan buruh bangunan yang bekerja serabutan. Tinggal di Gang Aman, Kelurahan Tobat, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan. Sahlan mengalami gangguan pendengaran. Jika mengajaknya bercerita harus menggunakan bahasa isyarat.

Dari Sahlan, diketahui, SMH sudah kehilangan sosok ayah semenjak usia sembilan bulan. Atau sejak perpisahan Sahlan dan Puli. Selama itu, kata Sahlan, ia tidak bebas menemui putrinya itu.

“Masih sembilan bulan dia, sudah dibawa ibunya lari ke rumah mereka. Saya tidak bisa ketemu anak saya. Kawin pun dia, tidak dibolehkannya aku ketemu sama anakku,” kata Sahlan.

Di lain sudut ruangan, ibunda Sahlan, Asni Harahap bercerita, jika menurutnya selama ini cucunya itu mendapat perlakuan tidak baik dari ayah tirinya.

Namun Asni tak pernah mendengar langsung dari SMH. Hanya saja, kata Asni, beberapa bulan lalu saat libur kenaikan kelas, cucunya itu datang dan tinggal sepekan di rumahnya di Kelurahan Tobat, Padangsidimpuan Utara.

“Tidak mau dia bilang, malu dia. Dia kurus kali. Kenapa kau kurus kali, diam saja dia. Kayak gak makan-makan kamu. Diam saja dia (murung). Jadi bagaimanalah menurutmu itu? Apa karena disiksa dia itu?” tanya perempuan paruh baya ini kepada Metro Tabagsel.

Halaman :

Berita Lainnya

Index