AS Bikin Bom Nuklir Baru, Begini Reaksi Rusia

AS Bikin Bom Nuklir Baru, Begini Reaksi Rusia
Rudal Trident yang dilengkapi hulu ledak W76 saat diluncurkan dari kapal selam. Foto/US Navy

HARIANRIAU.CO - Pemerintah Rusia mengecam langkah Amerika Serikat (AS) yang sudah mulai memproduksi bom nuklir baru yang diklaim daya ledaknya sepertiga dari bom yang dijatuhkan di Hiroshima. Moskow menyebut langkah Washington telah meningkatkan risiko perang nuklir.

Administrasi Keamanan Nuklir Nasional (NNSA) AS telah mengumumkan bahwa produksi hulu ledak nuklir telah dimulai di pabrik Pantex di Texas pada 28 Januari. Produksi bom nuklir mini yang dinamai W76-2 itu sesuai amanat Nuclear Posture Review (NPR) atau Tinjuan Postur Nuklir yang diumumkan Presiden Donald Trump pada 2018.

Kecaman Moskow disampaikan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov. "Itu menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir dan, tentu saja, meningkatkan risiko konflik nuklir," katanya,

Bantuan lama ini Presiden Vladimir Putin mengatakan; "Senjata tidak akan berkontribusi pada keamanan global."

NNSA, dalam pengumumannya, mengatakan produk perdana dari hulu ledak baru telah keluar dari jalur produksi. Sesuai jadwal, batch pertama hulu ledak nuklir baru itu akan dikirim ke Angkatan Laut Amerika Serikat sebelum akhir September 2019.

W76-2 adalah modifikasi dari hulu ledak Trident yang telah ada.

Stephen Young, perwakilan senior Washington dari Union of Concerned Scientists, mengatakan hasil produksi senjata itu kemungkinan besar telah dipotong dengan mengambil satu tahap dari dua tahap asli pembuatan perangkat termonuklir W76.

"Seperti yang dapat kami katakan, satu-satunya persyaratan adalah mengganti tahap sekunder, atau tahap kedua, dengan versi dummy, yang merupakan apa yang mereka lakukan setiap kali mereka menguji terbang rudal," kata Young. 

Dia menambahkan bahwa jumlah tritium dan isotop hidrogen, juga dapat disesuaikan. Hasilnya adalah mengurangi daya ledaknya dari 100 kiloton TNT, menjadi sekitar lima kiloton. Daya ledak tersebut sekitar sepertiga dari kekuatan bom yang dijatuhkan di Hiroshima saat Perang Dunia II.

Pemerintahan Trump berargumen bahwa pengembangan senjata dengan hasil rendah akan membuat perang nuklir lebih kecil kemungkinannya, dengan memberikan AS pencegah yang lebih fleksibel. 

Argumen itu dinilai akan melawan persepsi musuh Washington, terutama Rusia. Menurut pemerintah Trump, AS akan menolak menggunakan persenjataan yang menakutkan dalam menanggapi serangan nuklir terbatas terlebih daya ledak rudal-rudalnya saat ini berada dalam kisaran ratusan kiloton yang bisa memakan korban sipil tak terhitung.

"Senjata dengan hasil rendah membantu memastikan bahwa musuh potensial menganggap tidak ada keuntungan yang mungkin terjadi dalam eskalasi nuklir terbatas, membuat kemungkinan kerja nuklir lebih kecil," bunyi dokumen NPR 2018.

Beberapa politisi Demokrat di Kongres AS khawatir bahwa memasang hulu ledak nuklir berkekuatan rendah maupun tinggi pada rudal yang sama akan menciptakan situasi berbahaya di mana musuh tidak dapat mengetahui sistem mana yang digunakan. Oleh karena itu, musuh AS akan bereaksi seolah-olah hulu ledak yang lebih besar dan lebih mematikan telah diluncurkan.

Dikutip harianriau.co dari laman sindonews.com, Pakar lain sudah membunyikan alarm tentang bahaya AS membangun senjata nuklir berdaya ledak lebih rendah. "Saya pikir sudah waktunya untuk pertemuan baru negara-negara besar yang memiliki senjata nuklir untuk mengembangkan perjanjian baru atau perjanjian baru yang membatasi apa yang dapat dikembangkan dan apa yang tidak dapat dikembangkan," kata Jenderal Paul Vallely yang sebelumnya adalah komandan kedua di Komando Pasifik AS kepada Russia Today, Kamis (31/1/2019).

"Keyakinan bahwa mungkin ada keuntungan taktis menggunakan senjata nuklir—yang saya belum pernah dengar secara terbuka dibahas di Amerika Serikat atau di Rusia selama bertahun-tahun—sekarang terjadi di negara-negara yang saya pikir sangat menyedihkan," imbuh mantan menteri pertahanan AS dan seorang pengacara kontrol senjata William Perry seperti dikutip Guardian. 

"Itu keyakinan yang sangat berbahaya," imbuh dia.

Halaman :

Berita Lainnya

Index