BBM Satu Harga Hanya Isapan Jempol, Ini Buktinya

BBM Satu Harga Hanya Isapan Jempol, Ini Buktinya
Jokowi dan Ahok ketika meninjau kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). (Twitter/@jokowi)

HARIANRIAU.CO - Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga kerap digembar-gemborkan pemerintah, PT Pertamina (Persero) terlebih Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan BBM satu harga, artinya harga BBM di seluruh wilayah Indonesia memiliki harga yang sama per liternya.

Namun tidak halnya dengan harga BBM di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Di Kepri, harga BBM non subsidi jenis pertalite menjadi yang tertinggi bila dibandingkan 33 provinsi lainnya di Indonesia.

Unit Manager Comm & CSR MOR I Pertamina, Roby Hervindo menyebutkan, harga pertalite di Kepri saat ini mencapai Rp 8.000/liter, sementara daerah lainnya di kisaran harga Rp 7.650/liter sampai Rp 7.850/liter.

"Memang satuan harga BBM di tiap daerah berbeda-beda. Kepri jadi salah satu provinsi yang harga satuannya tertinggi dibandingkan daerah lain," ujar Roby, Rabu (8/1/2020).

Menurut Roby, kondisi ini salah satunya dipengaruhi komponen besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Kepri.

Berdasarkan hal tersebut, kewenangan menentukan PBBKB ada pada Pemerintah Provinsi masing-masing daerah, sehingga tarif BBM disesuaikan dengan komponen PBBKB tersebut.

Dia turut menyampaikan, sebelumnya PBBKB ini disamakan untuk seluruh wilayah Indonesia, namun kini ditentukan oleh daerah masing-masing. Mengingat PBBKB ini masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).


"Sekarang sudah tidak distandarkan lagi, wilayah berhak menentukan sendiri besaran PBBKB," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BP2RD) Kepri, Reni Yusneli mengaku telah menetapkan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) di Kepri sebesar 10 persen.

"Sesuai dengan perda tahun 2011 lalu, PBBKB Kepri 10 persen," ucap Reni.

Kemudian sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu), Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan menentukan besaran PBBKB dengan batas maksimal 10 persen.

Merujuk pada aturan tersebut, lanjut dia, Pemprov Kepri mengambil kebijakan dengan memberlakukan standar maksimal tersebut.

"Kalau harga BBM di provinsi lain lebih rendah, kemungkinan besar mereka menarik PBBKB dibawah 10 persen," tuturnya.

Lebih lanjut, Reni mengklaim, kendati tarif BBM non subsidi di Kepri paling tinggi se-Indonesia, namun nyatanya tidak memberatkan masyarakat.

Hal itu, kata dia, dapat dilihat dari pertumbuhan kendaraan baru di Kepri yang terus bertambah setiap tahunnya. Bahkan, penerimaan pajak dari sektor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) melebih target.

"Pertumbuhan kendaraan baru di Kepri pada 2019 saja sekitar 14.500 unit. Artinya, antusias masyarakat membeli kendaraan cukup tinggi," katanya.

sumber: suara.com

Halaman :

Berita Lainnya

Index