Walikota Dumai Ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur

Walikota Dumai Ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Timur

HARIANRIAU.CO -  Walikota Dumai, Riau, Zulkifli Adnan Singkah menambah daftar kepala daerah dan pejabat di Provinsi Riau yang ditahan penegak hukum dalam kasus korupsi.

Selasa, 17 November 2020 sore, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan menahan Walikota Dumai Zulkifli AS dalam perkara pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN tahun 2017 dan APBN 2018.

Kasus yang menjerat Zulkifli telah ditangani oleh KPK sejak September 2019 lalu.

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap tersangka ZAS (Zulkifli Adnan Singkah) Walikota Dumai 2016-2021 dalam perkara pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN tahun 2017 dan APBN 2018 yang penyelidikan dilakukan sejak September 2019," kata Alexander Marwata Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers, Selasa, 17 November 2020.

Dari pantauan, Zulkifli terlihat mengenakan rompi tahanan KPK warna orange membalut baju koko putihnya.

Ia juga mengenakan topi bertuliskan Specs. Sebelum dibawa ke Rutan Polres Metro Jakarta Timur Zul AS terlihat diborgol.

Ia tidak mau menjawab pertanyaan wartawan terkait kasus yang menimpanya. "Tanya PH (Penasehat Hukum)" kata Zul AS.

Sementara itu Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan penyidikan perkara ini dilakukan KPK sejak September 2019 lalu.

Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

Ali mengatakan, dalam perkara ini KPK telah menetapkan 12 orang tersangka yaitu, a. Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR RI), Eka Kamaluddin (Swasta/perantara), Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan).

Lalu, Ahmad Ghiast swasta/kontraktor), Sukiman (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019), Natan Pasomba (Pelaksana Tugas dan Pj. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua).
"Keenam tersangka sudah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor," kata Ali.

Selain itu ada enam orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam pengembangan perkara ini yaitu, BBD, Walikota Tasikmalaya, KSS, Bupati Labuanbatu Utara 2016-2021, PJH, Swasta, Wabendum PPP 2016-2019, ICM, Anggota DPR 2014-2019, AMS, Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah Kabupaten Labuanbatu Utara.

"Terakhir ZAS, Walikota Dumai 2016-2021 masih dalam proses penyelesaian penyidikan dan telah ditahan KPK," kata Ali.

Dijelaskannya, pada Maret 2017, Zul AS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Zul AS meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai dan pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan fee 2%;

Kemudian pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.

Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan.

Masih pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan.

"Tersangka Zul AS kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai yang kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 Kota Dumai, yaitu: untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.

Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, Zul AS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai.

Penyerahan uang setara dengan Rp550 juta dalam bentuk Dollar Amerika, Dollar Singapura dan Rupiah pada Yaya Purnomo dan kawan-kawan dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.

Untuk perkara kedua, tersangka Zul AS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai. Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018.

Gratifikasi ini tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur di Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas perkara pertama, tersangka Zul AS dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang?Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perkara kedua: Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;. "KPK berkomitmen akan tetap melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi," tegas Ali.

Halaman :

Berita Lainnya

Index