Sempat Tak Direstui Orang Tua, Pria Sunda Jadi Jenderal Kopassus TNI

Sempat Tak Direstui Orang Tua, Pria Sunda Jadi Jenderal Kopassus TNI

HARIANRIAU.CO - Meski kenyang dengan sejumlah pengalaman tempur di berbagai operasi militer, karier Jenderal TNI (HOR) (Purn.) Agum Gumelar mentok di jabatan Gubernur Lemhanas. Namun demikian, kiprah pria kelahiran Tasikmalaya ini justru moncer pasca menjadi seorang purnawirawan.

Menurut catatan yang dikutip VIVA Militer dari buku otobiografi, Agum Gumelar: Jenderal Bersenjata Nurani, Agum pernah ditugaskan dalam sejumlah operasi militer. Agum pernah diterjunkan di Kalimantan Barat untuk menumpas Pasukan Gerilyawan Revolusioner Serawak (PGRS) atau yang lebih dikenal dengan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku).

Setelah itu, Agum juga diterjunkan dalam Operasi Seroja di Timor-Timur, operasi militer di Aceh hingga di Papua. Sesuai dengan judul buku otobiografinya, Agum dikenal sebagai seorang perwira TNI Angkatan Darat yang persuasif. Sehingga, Agum tak pernah menemui kegagalan dalam setiap penugasannya. 

Siapa sangka, pria kelahiran 17 Desember 1945 ini awalnya tidak terlalu ingin menjadi seorang prajurit. Namun, hobinya mendaki gunung (camping) justru memperkenalkannya pada seragam loreng TNI yang dianggap gagah.

Dalam program Saatnya Perempuan Berbicara yang ditayangkan tvOne, Agum mengaku menggilai sejumlah olahgara dan hobi pula mendaki gunung. Pada saat mendaki gunung itu lah, pria yang pernah menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) kerap melihat prajurit-prajurit TNI.

"Hobi saya waktu masih sekolah SMP, SMA, itu di samping olahraga, camping. Waktu saya camping sering ketemu sama tentara. Nah di situ lah saya jatuh hati sama tentara, saya usia 18 atau 19 lah," ucap Agum.

Akhirnya, Agum pun mulai memiliki keinginan kuat untuk mengabdikan diri sebagai seorang prajurit. Namun, keinginannya itu justru bertentangan dengan apa yang dimau kedua orang tuanya. Ya, Agum tak mendapatkan restu orang tua untuk menjadi seorang tentara.

"Tapi orang tua zaman baheula, enggak boleh masuk tentara," kata Agum melanjutkan.

Namun demikian, tekad kuat yang sudah terlanjur tumbuh di hati dan pikiran membuat Agum nekad mendaftar meski tanpa izin orang tua. Singkat kata, Agum pun diterima dan harus melewati ujian tahap awal di Lembang, Bandung, sebelum dikirim ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah.

Saat akan berangkat menuju Lembang, tiba waktunya bagi Agum harus meminta izin orang tuanya. Diceritakan Agum, sang ayah tidak bisa berkata apa pun saat mengetahui putranya harus pergi untuk menempuh pendidikan militer. Sementara, ibunda Agum yang terkejut tak bisa menahan kesedihan hingga menitihkan air mata.

"Tetapi karena menggebu-gebu keinginan jadi tentara, tahun berikutnya, saya lulus SMA tahun 1964, tahun 1965 saya diam-diam daftar tanpa sepengetahuian orang tua. Akhirnya saya diterima, dan harus ditampung di Lembang. Sehari sebelum berangkat ke Lembang, saya menghadap orang tua dan ibu saya nangis," ujar Agum.

Agum lulus Akademi Militer pada tahun 1968, dan bergabung dengan satuan elite Kopassus. Selain menjadi Danjen Kopassus, Agum pernah juga menduduki posisi Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VII/Wirabuana, yang kini berganti nama Kodam XIV/Hassanudin. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index