Meninggalnya Afriadi Pratama

Meranti Berdarah, KontraS : Kapolres Mengetahui Apa yang Terjadi

Meranti Berdarah, KontraS : Kapolres Mengetahui Apa yang Terjadi

HARIANRIAU.CO, MERANTI  - Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyimpulkan pelanggaran HAM yang terjadi pada 25 Agustus lalu terhadap pelaku pembunuhan Brigadi Tambunan, Afriadi Pratama, diketahui oleh pimpinan Polres yakni AKBP Asep Iskandar, Kapolres Meranti saat itu.

"Kami mendapat informasi bahwa selama kurang lebih 4 jam penyiksaan terhadap Afriadi, Kapolres mengetahui apa yang terjadi," kata Kordinator KontraS, Hariz Azhar, Minggu (2/10/2016).

Terhadap proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Riau, dia telah melakukan pertemuan dengan Direskrimum, Kombes Surawan. Dari mediasi tersebut, diketahui bahwa uang sebesar Rp 25 juta yang diberikan oleh Kapolda Riau, Brigjen Supriyanto, kepada masing-masing keluarga korban adalah uang pribadinya.

"Katanya uang pribadi. Berarti ada Rp 50 juta uang Kapolda yang keluar saat itu," tuturnya.

Terakhir, pihaknya juga mempertanyakan sedikitnya jumlah anggota polisi yang ditahan Polda Riau dalam kasus Meranti Berdarah 25 Agustus lalu. Sejauh ini hanya 4 polisi berpangkat rendah yang ditahan dan dituduh menjadi dalang tewasnya dua warga sipil di Meranti.

"Dari begitu rusuhnya hari itu, polisi hanya menetapkan 4 tersangka. Padahal temuan kami setidaknya ada 30 polisi yang terlibat. Mulai dari penangkapan, penyerahan di pelabuhan, saat di IGD RSUD sampai tewasnya di klinik Polres," ungkap Kordinator Badan Pekerja KontraS itu.

Salah seorang saksi mata yang melihat langsung proses almarhum Afriadi diangkut dari speed boat ke pelabuhan Cafe Nursyaadah Selatpanjang, mengaku melihat jumlah polisi yang ikut memukul dan menyeret korban lebih dari 5 orang. 

"Saya lihat di speedboat ada sekitar 3 orang. Kemudian yang sudah menunggu di pelabuhan lebih dari lima orang," ujar lelaki yang enggan disebutkan identitasnya itu.

Secara kebetulan pada hari kejadian dia berada di cafe tersebut untuk jaga kapal. Kemudian sekitar pukul 05.00 Wib, speedboat yang mengangkut korban tiba dan merapat di dermaga cafe itu.

<!--pagebreak-->

"Saya lihat bagaimana dia dipukul. Tangannya digari (borgol) ke belakang kepala. Terus ramai-ramai dipukul, ada yang pakai kayu, ditendang, diseret, kemudian dilempar ke mobil. Saya tidak lihat nama polisinya. Cuma saya ingat mereka ada yang memakai dinas dan ada juga pakai baju kaos (dalam) polisi," bebernya.

Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Ruswita, mengaku tidak memilki hasil visum atau otopsi terhadap jenazah Afriadi dan juga Isrusli. Saat itu, dokter yang disiapkan rumah sakit hanya mendampingi tim otopsi dari Polda Riau.

"Hasilnya (otopsi) tidak sama kita. Rumah sakit hanya disuruh menyimpan jenazah saat itu," kata Ruswita.

Saat dikonfirmasi terkait rekaman kamera CCTV pada hari kejadian, Ruswita mengatakan di dalam IGD tidak terdapat kamera karena menjaga privasi pasien. Tapi khusus untuk pintu masuk IGD memang terdapat kamera pengintai.

"Semuanya sudah kita serahkan ke polisi termasuk rekaman CCTV," sebut Direktur RSUD Meranti itu.

 


Sumber : Halloriau

Halaman :

#Meranti Mencekam

Index

Berita Lainnya

Index