Demi Ratu Elizabeth Bisa Bertakhta, Pangeran Philip Rela Lakukan Pengorbanan

Demi Ratu Elizabeth Bisa Bertakhta, Pangeran Philip Rela Lakukan Pengorbanan

HARIANRIAU.CO - Menjadi seorang pangeran sekaligus suami seorang Ratu Inggris merupakan hal yang tidak mudah. Pangeran Philip rela melepaskan karir yang dicintainya demi mendampingi sang istri, Ratu Elizabeth agar bisa bertakhta di Kerajaan Inggris.

Dulu Pangeran Philip bertugas di Angkatan laut dan ditempatkan di Malta, yang menjadi tempat tinggal Pangeran dan Ratu sama seperti tentara lain yang bertugas, paling tidak untuk sementara waktu.

Kemudian, putra pertama, Pangeran Charles lahir di Istana Buckingham tahun 1948 disusul Putri Anne tahun 1950.

Pada tanggal 2 September 1950 Pangeran Philip mencapai ambisi dari semua perwira Angkatan Laut dengan diangkat menjadi komandan kapal, HMS Magpie.

Namun karier di Angkatan Lautnya mendekati akhir. Apalagi semakin memburuknya kesehatan Raja George VI membuat putrinya, Ratu Elizabeth harus melakukan tugas-tugas kerajaan yang lebih banyak dan membutuhkan Pangeran Philip sebagai pendamping.

Philip pun cuti dari Angkatan Laut Inggris tahun 1951 namun sejak itu tidak pernah lagi berperan aktif. Ia mengorbankan karirnya demi sang Ratu.

Walau tidak tergolong pria yang suka menyesali sesuatu, belakangan dia mengatakan bahwa ia menyayangkan tidak bisa meneruskan kariernya di Angkatan Laut Inggris.

Rekan-rekannya mengatakan bahwa dia—berdasarkan kemampuannya sendiri—bisa menjadi Kepala Staf Angkatan Laut.

Tahun 1952, pasangan kerajaan ini bersiap-siap untuk lawatan ke negara-negara Persemakmuran, yang mestinya dilakukan Raja dan Ratu.

Ketika mereka sedang berada di Kenya pada Februari, muncul berita bahwa Raja wafat karena menderita coronary thrombosis, gumpalan darah di jantung yang fatal. Pangeran Philip melihat berita itu sebagai 'setengah dunia' jatuh ke tubuhnya.

Setelah kariernya di Angkatan Laut dikorbankan, dia juga harus menciptakan peran bagi dirinya sendiri dan peralihan takhta kepada Elizabeth memunculkan pertanyaan tentang seperti apa kelak peran tersebut.

Dengan semakin dekatnya upacara penobatan, sebuah surat kerajaan menyatakan bahwa Pangeran Philip akan mendapat hak didahulukan setelah Ratu dalam setiap kesempatan walau dia tak punya posisi dalam konstitusi.

Dia sebenarnya punya banyak gagasan untuk memodernisir dan merampingkan kerajaan namun pada saat bersamaan semakin kecewa dengan penentangan keras dari sejumlah pejabat tua kerajaan.

Seperti dilansir BBC, Philip kemudian menyalurkan sebagian energinya dalam kehidupan sosial, dengan membentuk kelompok perkawanan pria yang bertemu setiap pekan di atas satu restoran di Soho, pusat kota London.

Mereka makan siang bersama, berkunjung ke kelab malam, dan kadang difoto bersama kawan-kawannya yang glamor.

Di lingkungan kerajaan, salah satu yang masih dimilikinya untuk menggunakan otoritasnya adalah untuk keluarganya sendiri, walau dia kalah juga dalam upaya untuk memberi nama anak-anaknya.

Keputusan Ratu untuk meggunakan nama Windsor dan bukan nama keluarganya, Mountbatten, merupakan satu pukulan besar baginya.

"Saya satu-satunya pria di negara ini yang tidak diizinkan memberi nama kepada anak-anaknya," keluhnya sekali waktu kepada teman-temannya. "Saya tak lebih dari sekedar amuba," keluhnya kecewa.

Pangeran Philip sebenarnya adalah seseorang dengan karakter pemimpin namun, dia memilih mengalah demi istrinya. Ia selalu memberikan dukungan kuat dan konsisten kepada Ratu Elizabeth.

Bagaimanapun pencapaian terbesarnya, tidak diragukan lagi yakni, kekuatan dan konsistensinya dalam mendukung Ratu sepanjang masa pemerintahan yang panjang.

Pekerjaan sejati Pangeran Philip adalah, menjamin Ratu Elizabeth bisa bertakhta.

Dalam suatu pidato memperingati ulang tahun emas perkawinan mereka, Ratu Elizabeth mengatakan, "Dia tidak mudah menerima pujian. Namun dia benar-benar merupakan kekuatan dan pegangan saya selama bertahun-tahun."

Halaman :

Berita Lainnya

Index