Ini Fakta Menyedihkan Kehidupan Para Ladyboy di Thailand, Sering Diperkusi dan Menjadi Korban Diskriminasi

Ini Fakta Menyedihkan Kehidupan Para Ladyboy di Thailand, Sering Diperkusi dan Menjadi Korban Diskriminasi
Ilustrasi ladyboy yang mengikuti wajib militer di Thailand. (Istimewa)

HARIANRIAU.CO - Ladyboy, jika menyebut kata itu pasti persepsi orang, terutama wisatawan atau para traveler akan merujuk ke Negeri Gajah Putih, Thailand. Yup, kalian memang tidak salah. Pasalnya, Thailand dikenal sebagai negara yang “ramah” bagi transgender atau waria ini.

Sejatinya, memang sudah bukan rahasia lagi jika Thailand adalah salah satu negara dengan jumlah transgender terbanyak di dunia. Salah satu transgender paling menonjol yang dimiliki Thailand disebut “ladyboy” alias wanita pria. Tidak semua ladyboy Thailand mengubah alat reproduksinya secara permanen. Namun, uniknya ladyboy Thailand dikenal sangat cantik dan tidak kalah menariknya dibandingkan wanita tulen.

Keberadaan ladyboy, terutama di tempat-tempat hiburan malam sudah menjadi ciri khas yang unik dari negara Thailand. Sekilas, kita dapat melihat dalam berita di media-media jika keberadaan ladyboy cukup diterima dengan baik masyarakat di sana.

Para ladyboy ini juga kelihatannya terlihat bahagia dan menikmati hidup mereka dengan sering tampil di depan umum, bahkan mengikuti ajang pencarian bakat.

Kendati demikian, tidak banyak yang tahu ada beberapa fakta miris dan menyedihkan di balik gemerlapnya kehidupan ladyboy di Thailand. Banyak di antara ladyboy yang menjadi korban pelecehan hingga dianggap sebagai warga buangan. Penasaran, kan? Yuk, mari simak beberapa hal yang bikin kita sedih terkait keberadaan transgender itu seperti dirangkum Terkini.id dari berbagai sumber, Minggu 27 Juni 2021.

Sering Diperkusi dan Menjadi Korban Diskriminasi

Mungkin sekilas masyarakat Thailand terlihat sangat liberal dan menerima keberadaan kaum transgender dengan baik. Namun, jika ditelusuri lebih dalam banyak transgender khususnya ladyboy yang menjadi korban diskriminasi, mulai dari urusan karier hingga pergaulan di lingkungan sosial. Tidak jarang mereka menjadi korban pelecehan mulai dari ejekan, persekusi, hingga sentuhan fisik yang tidak senonoh.

Melihat tingginya jumlah pria Thailand yang ingin menjadi ladyboy, banya pihak tidak bertanggung jawab yang mengiming-iming mereka dengan biaya operasi dan terapi hormon yang murah. Banyak kasus ladyboy yang berakhir menjadi pekerja seks lantaran penolakan dari keluarga hingga untuk menutup utang. Hal ini makin diperparah dengan tingkat pendidikan yang rendah.

Tetap Wajib Mengikuti Wamil

Ada sebuah peraturan unik di Thailand terkait wajib militer (wamil). Jika Korea mewajibkan seluruh penduduk laki-laki untuk ikut wajib militer alias wamil, di Thailand pemilihan peserta wamil ditentukan melalui undian lotere.

Uniknya, para ladyboy juga diwajibkan mengikuti undian ini. Hal ini karena hukum Thailand melarang penduduknya mengubah jenis kelamin pada identitas kelahiran mereka. Oleh karena itu, para ladyboy di Thailand tetap diakui sebagai pria.

Kendati pun nantinya mereka terpilih mengikuti wamil, jarang sekali ladyboy yang diikutkan kegiatan wamil seperti halnya peserta lain. Bagi militer Thailand, transgender dikategorikan sebagai penderita gangguan mental. Kategori tersebut akan tercantum pada rekam medis setiap transgender sehingga mereka tidak akan diikutkan dalam wajib militer yang sebenarnya.

Saat pengundian lotere tiba, para ladyboy tetap mendapatkan perlakuan sama seperti peserta pria. Saat pemeriksaan medis, mereka terpaksa harus melepas pakaiannya di hadapan banyak peserta pria.

Para ladyboy merasa dipermalukan di hadapan banyak orang setiap acara pengundian lotere itu dilaksanakan. Oleh karena itu, saat ini pemerintah Thailand sedang mengkaji undang-undang untuk pengakuan jenis kelamin ketiga untuk para transgender.

Halaman :

Berita Lainnya

Index