Setelah Mandi Junub, Apakah Perlu Berwudu Lagi?

Ahad, 17 Juli 2022 | 01:21:59 WIB
Ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Seseorang yang telah selesai dari mandi junub, maka telah mencukupkannya dari berwudu. Dengan kata lain, ia tidak perlu berwudu lagi setelahnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Jika kamu junub, maka mandilah.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

Allah Ta’ala tidak memerintahkan untuk orang yang junub, kecuali mandi. Hal itu menunjukkan bahwa mandi junub tersebut mencukupkannya dari berwudu.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda kepada Ummu Salamah saat ia bertanya kepadanya tentang tata cara menyucikan diri dari junub,

“Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah seluruh tubuhmu dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)

Di dalam hadis tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak memerintahkannya untuk berwudu.

 

Alasan lainnya, hadas kecil (pembatal-pembatal wudu) masuk dan mengikuti hadas besar (yang mewajibkan mandi). Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berwudu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, Ibnu Majah no. 579, An-Nasa’i no. 252, dan Ahmad no. 24389)

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma disebutkan,

Beliau ditanya mengenai wudu setelah mandi. Lalu, beliau menjawab, “Lantas wudu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Hadis riwayat Ibnu Umar tersebut menjelaskan bahwa kedudukan mandi lebih umum (besar) dari pada wudu. Artinya, ketika seorang telah melakukan mandi junub, itu sekaligus telah mencakup wudu.

Salah seorang ulama, Abu Bakr Ibnu Al-Araby rahimahullah menegaskan tidak adanya perselisihan ulama bahwa wudu sudah masuk dan tercakup ke dalam mandi junub (mandi besar).

 

Syekh ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Majmu’ Fatawa-nya mengatakan,

“Mandi, kalau niatnya untuk menyucikan diri dari janabah, maka itu mencukupkannya dari wudu berdasarkan firman Allah Ta’ala, ‘Jika kamu junub, maka mandilah.’ Sehingga, ketika seseorang dalam kondisi junub, kemudian ia berendam dan menenggelamkan dirinya ke dalam bak besar, sungai, atau yang semisal dengannya disertai niat menyucikan diri dari janabahnya, sedang ia juga berkumur-kumur, dan memasukkan airnya ke hidung, maka telah terangkat darinya hadas kecil dan hadas besar. Karena Allah Ta’ala tidaklah mewajibkan kepada orang yang sedang dalam kondisi junub, kecuali mandi besar saja, yaitu dengan cara mengalirkan air dengan menyeluruh ke seluruh badannya. Walaupun yang lebih utama adalah seseorang yang yang sedang mandi dari janabah memulai mandinya dengan berwudu. Hal inilah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di mana beliau menyuci kemaluannya setelah menyuci kedua telapak tangannya. Kemudian setelah itu, ia berwudu sebagaimana wudunya ketika hendak salat. Barulah kemudian menuangkan air ke atas kepalanya. Setelah beliau yakin air telah merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.”

Hanya saja ada 2 permasalahan penting terkait wudu setelah mandi junub yang harus kita perhatikan.

Pertama: Apakah hukum di atas berlaku juga untuk mandi sunah pada hari Jumat atau mandi biasa?

Mandi sunah pada hari Jumat dan mandi untuk sekedar membersihkan diri atau mendinginkan badan tidaklah mencukupi dan tidak bisa menggugurkan kewajiban berwudu. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang mandi dengan niat membersihkan diri atau niat untuk mandi sunah, namun ia tidak berniat untuk menyucikan diri dari hadas kecil dan kemudian ia mencuci anggota wudu secara berurutan di dalam mandinya, maka ia tetap harus mengulang wudunya setelah mandi.

 

Al-Kharsyi rahimahullah di dalam Syarh Mukhtasar Khalil mengatakan,

“Jika seseorang yang sedang bersuci (dari hadas besar) hanya mencukupkan diri dengan mandi tanpa wudu, maka hal tersebut telah mencukupinya. Hal ini hanya berlaku jika mandinya tersebut adalah mandi wajib (mandi dari janabah). Adapun (mandi-mandi) yang lain, maka itu tidak bisa mencukupi dan tidak bisa menggugurkan kewajiban wudu. Ia masih diharuskan untuk berwudu ketika hendak melaksanakan salat.”

Syekh Bin Baaz rahimahullah di dalam Majmu’ Fatawa beliau juga memberikan tambahan penjelasan,

“Adapun jika tujuan mandinya selain hal tersebut, seperti mandi Jumat, mandi untuk bersuci, dan mendinginkan tubuh, maka mandi tersebut tidak bisa menggugurkan kewajiban wudu, walaupun ia meniatkannya. Karena tidak adanya “at-tartiib” (berurutan ketika wudu) di dalamnya. Padahal hal tersebut merupakan salah satu kewajiban di dalam berwudu. Dan (alasan lainnya adalah) tidak adanya bersuci dari hadas besar yang otomatis akan mengikutsertakan bersuci dari hadas kecil hanya dengan niat sebagaimana di dalam perkara mandi junub.”

Kedua: Bagaimana dengan mereka yang melakukan pembatal wudu saat sedang mandi junub?

Jika orang yang sedang mandi junub melakukan pembatal-pembatal wudu, baik itu buang air kecil, buang air besar, kentut, atau menyentuh kemaluan (menurut pendapat yang rajih), maka ia tidak perlu mengulang mandinya. Hanya saja, wajib baginya untuk mengulang wudu setelah ia menyelesaikan mandinya dan akan melakukan ibadah yang mewajibkan wudu.

 

Syekh ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan di dalam Majmu’ Fatawa,

“Tidak wajib baginya untuk berwudu selepas mandi, kecuali jika ia melakukan pembatal-pembatal wudu di pertengahan mandinya atau ketika telah selesai darinya, barulah ia diwajibkan untuk berwudu kembali. Adapun jika ia tidak berhadas (tidak melakukan pembatal wudu tatkala mandi), maka mandinya tersebut telah mencukupi dan menggugurkan kewajiban wudu. Hukumnya sama, apakah ia telah berwudu sebelum mandinya ataupun tidak.”

Beliau rahimahullah juga menambahkan,

“Kentut adalah pembatal wudu dan bukan pembatal mandi. Oleh karenanya, siapa saja yang menyentuh kemaluannya, kencing, atau kentut di tengah mandinya, maka ia cukup menyempurnakan mandinya saja (tidak perlu mengulangnya), dan ia harus berwudu setelahnya.”

Oleh karenanya, saat hendak mandi besar, dan kita tidak menginginkan untuk mengulang wudu setelahnya, hendaknya ia menuntaskan seluruh hajatnya sebelum memulai prosesi mandinya. Bahkan, membersihkan kemaluan (yang berarti menyentuh kemaluan) sebelum memulai mandi merupakan salah satu sunah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana di dalam hadis,

 

Maimunah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu, beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali dua kali atau tiga kali. Lalu, dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu, beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu, beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian, beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu, beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)

Wallahu A’lam Bisshowaab.

sumber: muslim.or.id

Tags

Terkini