Misteri Tempat Pesugihan Blorong Dengan Ritual Seksnya

Misteri Tempat Pesugihan Blorong Dengan Ritual Seksnya

Bagi sebagian orang yang tengah terhimpit utang piutang bisa jadi akal sehat menjadi tidak waras. Mereka akan mencari jalan singkat apapun resikonya tetap akan dijalani, asalkan bisa melunasi hutang-hutangnya. Keinginan orang-orang seperti ini biasanya menyukai jalan instan untuk memperoleh harta kekayaan. 

Jalan ini bagi orang-orang pemalas memang lebih aman daripada mereka harus menantang keberanian untuk merampok, mencuri dan kejahatan lainnya. Namun kejahatan bersekutu dengan setan yang kelak harus Ia pertanggungjawabkan di akhirat. Hukum akhirat jauh lebih berat jika dibandingkan dengan hukum dunia, karena hukum akhirat tiada pernah usai dijalani.

Dari sekian banyak sungai yang dihuni pesugihan, salah satunya ada di jembatan Kaligawe. Selama ini nama Kaligawe memang memiliki mitos yang melegenda,menjadi tempat untuk mencari pesugihan. Bagi warga sekitar, mitos keberadaan jembatan di samping makam keramat Syech Joko untuk tempat mencari pesugihan memang sudah bukan rahasia umum lagi.

Karena legenda tersebut sudah ada sejak ratusan tahun yang silam, mengingat sejarah kaligawe dan Syech Joko terkait dengan keberadaan Kanjeng Ratu Kidul dan Blorong sebagai abdi-abdinya. Sehingga tidak mengherankan jika banyak orang yang datang ke Kaligawe untuk mencari kekayaan duniawi.

Akan tetapi meski banyak orang yang datang menjalani laku ritual di Kaligawe setiap malam tertentu, namun tidak semua orang mencari pesugihan. Ada juga pelaku ritual yang ingin ziarah, nenepi tirakat atau sekedar mencari tempat untuk merenung dan keperluan lainya. Niat (keinginan) hati seseorang memang tidak bisa dilihat apalagi dibaca, oleh karena itu meski banyak orang yang menjalani laku ritual di Kaligawe, namun niat itu tergantung dari diri pribadi mereka masing-masing.

Seperti dikatakan oleh Narno, salah satu warga Kaligawe yang rumahnya tak jauh dari makam Syech Joko. Keramaian Kaligawe pada malam Jum’at Kliwon dan Selasa Kliwon memang tidak seperti dulu lagi, namun masih saja ada pelaku ritual yang datang ritual di Kaligawe. “Para peziarah kerap menjalani ritual pada malam jum’at Kliwon,” kata Narno seperti dilansir laman expobia.id maret 2017 lalu.

Sekilas makam Syech Joko memang tidak tampak mencolok sebagai tempat keramat, karena tertutup pagar tembok keliling setinggi dua meter. Di tempat ini tidak hanya bangunan makam Syech Joko saja, tetapi ada juga nisan makam lain di sekitar pusaranya. Selain bangunan makam ada juga masjid yang cliperuntukkan bagi para ritual sembahyang, sholat.

Di samping makam Kaligawe terdapat sungai selebar kurang lebih sepuluh meter dan sebuah jembatan yang membentang di jalan raya Kaligawe Pedan. Di sungal inilah konon dipercaya sebagal tempat bersemayamnya para siluman blorong yang berasal dan Segara Kidul. Bagi orang yang memiliki linuwih, jembatan Kaligawe adalah jembatan gaib yang terbuat dan kepingan koin emas. Tetapi sangat mengerikan, di sekitar jembatan banyak sekali ular-ular siluman Blorong yang bertugas menjaga jembatan.

Para pelaku ritual yang ingin melakukan pemujaan Blorong, di akhir laku ritualnya mereka harus kungkum di Kaligawe. Jika berhasil orang tersebut akan memperoleh kekayaan dan bersekutu dengan Blorong, jika tidak berhasil maka hanya sia-sia waktu dan tenaga yang sudah Ia Iuangkan untuk menjalani laku. Karena sadar atau tidak sadar, bahwa tidak semua orang bisa memiliki pesugihan. Faktor keturunan dan aura seseorang sangat mempengaruhi keberhasilan ia melakukan persekutuan.

Jika Leluhurnya pernah memiliki pesugihan maka anak keturunannya akan mudah melakukan persekutuan, karena garis keturunan akan terlihat jika leluhur-leluhurnya pernah memiliki pesugihan Blorong. Roh leluhurnya juga masih berada di tempat ia melakukan pemujaan, jika memuja Blorong, roh tersebut berada di laut selatan. Ia akan dipakai untuk menghiasi kraton Blorong. Roh para pemuja Blorong juga akan menjadi Blorong, ia akan menjadi siluman untuk pesugihan.

Bagi para pemuja pesugihan Blorong, jika mereka berhasil melakukan persekutuan maka harus menyiapkan kamar kosong sebagai tempat untuk melakukan pemujaan. Di kamar ini Blorong akan menjalin hubungan badan dengan pemilik pesugihan untuk mengikat jiwanya. Selain mengikat jiwa pemiliknya, setiap malam purnama sang pemilik juga harus menyediakan tumbal nyawa. Pada saat awal melakukan pemujaan, sebelumnya pemilik pesugihan Blorong sudah melakukan kesepakatan menumbalkan salah seorang anggota keluarganya.

Namun setelah tumbal yang pertama, pemilik pesugihan bisa melepas Blorong mencari tumbalnya sendiri. Blorong yang dilepas mencari tumbal sendiri biasanya diletakkan di jalan raya yang tak jauh dari jembatan sungai. Dampak dari adanya Blorong di jalan raya tersebut maka jalan raya akan menjadi rawan kecelakaan. Dilepasnya Blorong di jalan raya untuk mencari tumbal memang kerap dilakukan oleh pemilik pesugihan yang tak mau keluarganya menjadi tumbal, tetapi cara ini memang sama saja mengorbankan jiwa orang lain yang tidak bersalah.

Memiliki pesugihan bagi orang-orang memang kerap menjadi alasan agar bisa hidup senang di dunia. Tetapi kesenangan dalam hidup sebenannya bukanlah harta dan kekayaan, melainkan ketenangan hati dan pikiran. Manusia menjalani hidup di dunia hanya sesaat saja, ibarat kata ‘Mung Sak Drema Mampin Ngombe’, hanya sekedar mampir minum saja. Oleh karena itu waktu yang sesaat hendaknya menjadikan manusia memiliki rasa ikhlas menerima, nerima ing pandum.

Menerima segala pemberian Tuhan dengan rasa ikhlas. Rasa ikhlas memang sulit dilakukan tak segampang manusia mengucapkannya, akan tetapi dengan mencoba berlaku sabar maka manusia akan menemukan rasa ikhlas. Karena dengan memiliki rasa ikhlas manusia tidak akan pernah merasa kekurangan, ia akan hidup dalam kekayaan iman dan kesabaran.

Inilah kekayaan yang sesungguhnya bagi umat manusia di dunia yang tak pernah merasa kekurangan atas berkah yang dilimpahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Halaman :

Berita Lainnya

Index