Kisah Karomah Syekh Muhammad Abdussomad

Kisah Karomah Syekh Muhammad Abdussomad

HARIANRIAU.CO - Syekh Muhammad Abdussomad atau yang lebih dikenal sebagai Datu Sanggul adalah seorang ulama besar di wilayah Tatakan, Tapin Selatan, Tapin. Ditangannyalah agama Islam dapat menyebar di wilayah Kalimantan Selatan.

Syekh Muhammad Abdussomad hidup sekitar abad ke-18 Masehi. Konon Muhammad Abdussomad berasal dari Palembang, Sumsel sehingga ada yang menyebut dia dengan sebutan Syekh Abdussamad Al Palembangi . 

Kemudian dia melanglang buana ke berbagai penjuru nusantara untuk menuntut ilmu. Sehingga pada suatu ketika dia bermimpi agar menuntut ilmu kepada Datu Suban yang bermukim di Tatakan, Kalimantan. Setelah mendapat restu dari ibunya, dia berlayar ke Kalimantan melalui Selat Bangka Belitung dan Kota Banjarmasin hingga tiba di Kampung Muning, Pantai Munggutayuh Tiwadak Gumpa Rantau Tapin, Kalimantan Selatan, pada 1750. Sehingga dia berguru ke Datu Suban. 

Namun ada yang meriwayatkan jika dia adalah keturunan Dayak Bekumpai dari ibu yang bernama Samayah binti Sumandi. Dimana Samayah binti Sumandi  dinikahi anak Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bernama Mufti Jamaluddin. Setelah berguru kebeberapa ulama kharismatik dia kemudian berguru ke Datu Suban di Tapin. 

Dia adalah satu-satunya murid yang dipercaya oleh Datu Suban untuk menerima kitab yang terkenal dengan sebutan Kitab Barincong.

Berkat mengamalkan ilmu yang dia peroleh baik dari guru ataupun dari Kitab Barencong Datu Sanggul mendapatkan karomah dari Allah SWT, diantaranya kalau salat Jumat selalu di Masjidil Al-Haram Mekkah. 

Karena seringnya salat Jum'at di Masjidil Haram,Makkah, maka  Muhammad Abdussomad pun dapat berkenalan dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang sedang menuntut ilmu di Tanah suci Makkah. 

Konon Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari lah yang menjadi saksi kepada warga Banjar jika Muhammad Abdussomad setiap Jumat salat di Masjidil Haram. Hal ini disampaikan Muhammad Arsyad kepada warga Banjar setelah dia selesai menuntut ilmu di Mekkah. 

Muhammad Arsyad ingin menemui sahabat sekaligus gurunya di Tatakan, tetapi sayang, setelah sampai di Tatakan, Datu Sanggul sudah berpulang ke Rahmatullah. 

Sebelumnya pada waktu itu di Kerajaan Banjar diterapkan Syariat Agama Islam, sehingga diwajibkan bagi warga laki laki yang sudah aqil balik atau sudah dewasa pada hari Jumat untuk melaksanakan salat di masjid. Jika tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan didenda. 

Karenakan setiap Jumat Abdussomad selalu salat di Masjidil Haram maka setiap minggu dia harus membayar denda kepada kerajaan. Karena seringnya membayar denda hingga harta  yang tertinggal cuma kuantan dan landai (alat untuk memasak nasi dan sayuran). 

Akhirnya setelah didesak oleh istri beliau karena tidak ada lagi barang yang bisa dipakai untuk membayar denda, dia akhirnya berjanji untuk melaksanakan salat Jumat di Masjid kampungnya. 

Salah satu karomah Abdussomad yang diberikan Allah SWT kepada dia, adalah dimana saat  menceburkan diri ke air sungai untuk berwudhu namun badannya tidak basah kecuali yang wajib wudhu. Yang lainnya seperti baju, sarung dan sajadah tidak basah.

Sejak kejadian itu orang- orang tidak berani lagi macam-macam dengan Abdussomad dan denda tidak diberlakukan lagi terhadapnya. 

Adapun penamaan Datu Sanggul salah satu riwayat menceritakan karena ketekunannya  dalam mentaati perintah gurunya dalam khalwat khusus yang sama artinya dengan "menyanggul" atau menunggu (turunnya ) ilmu dari Allah SWT.

Ada juga yang mengatakan dia sering menyanggul (bahasa lokal) atau menghadang pasukan tentara Belanda di perbatasan Kampung Muning, sehingga tentara Belanda pun kocar-kacir dibuatnya.

Versi lainnya lagi menyebutkan, gelar Datu Sanggul itu diberikan karena kegemaran dia menyanggul (berburu) binatang rusa dengan menggunakan sumpit. Ada juga yang mengatakan rambutnya yang panjang dan selalu disanggul (digelung).

Datu Sanggul juga dikenal pula sebagai Datu Muning yang aktif berdakwah di daerah bagian selatan Banjarmasin (Rantau dan sekitarnya). Dia giat mengusahakan/memberi tiang-tiang kayu besi bagi orang-orang yang mendirikan masjid, sehingga pokok kayu ulin besar bekas tebangan Datu Sanggul di Kampung Pungguh (Kabupaten Barito Utara) dan pancangan tiang ulin di pedalaman Kampung Dayak Batung (Kabupaten Hulu Sungai Selatan). 

Salah satu karya spektakulernya yang masih dikenang hingga kini adalah membuat tatalan atau tatakan kayu menjadi soko guru masjid Desa Tatakan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sunan Kalijaga ketika membuat soko guru dari tatalan kayu untuk Masjid Demak. 

 

Sumber: sindonews

Halaman :

Berita Lainnya

Index