Anak Pelaku Penggigit Polisi Minta Kasus Emaknya Tak Lanjut

Anak Pelaku Penggigit Polisi Minta Kasus Emaknya Tak Lanjut

HARIANRIAU.CO - Setelah menghebohkan melalui videonya menggigit tangan seorang petugas polisi, Anik Tri Kurniawati atau ATK ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal berlapis.

Saat ini, pelaku masih dirawat di bangsal jiwa RSUD dr Loekmono Hadi Kudus, Jawa Tengah.

Anik diduga melanggar Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan, Pasal 212 KUHP tentang Perbuatan Melawan Aparat Hukum, dan Pasal 213 ayat 1 tentang Paksaan dan Perlawanan. Ancaman hukumannya sekitar lima tahun.

Vellanika FS, anak pertama Anik berharap, kasus ibunya di kepolisian tidak berlanjut. Karena kasus menggigit tangan Briptu Erlangga Hananda Seto dilatarbelakangi depresi. ”Kami tentu sedih kalau ibu ditahan. Sebab, ibu saya itu depresi,” tuturnya kemarin.

Bahkan, hingga kemarin belum menjenguk ibunya. Karena sudah diberi pesan untuk tidak menjenguk dulu. Namun, berdasarkan informasi dari perawat, kondisi ibunya semakin membaik. Tidak lagi marah-marah seperti yang terekam kamera. ”Kami serahkan semua ke dokter. Berharap ibu segera sembuh,” ungkapnya.

Untuk itu, dia masih menunggu hasil diagnosis dokter tentang kondisi kejiwaan Anik. Bahkan ada rencana ibunya akan diperiksa lebih lanjut di Semarang. ”Kalau memang harus dibawa ke Semarang kami ikut saja. Yang penting ibu saya sehat dulu,” harapnya.

Ketua RT 3 RW 5, Desa Jepang Pakis, Kecamatan Jati, Sulikan berharap, ada kebijaksanaan dari polisi. Karena kondisi Anik lagi depresi.

Sulikan juga berharap, Polres Kudus menunggu hasil diagnosis dokter terlebih dahulu. Sepahamannya, kalau ada orang dengan gangguan jiwa terkena masalah, kasusnya tidak diperpanjang. Dengan begitu kondisinya bisa pulih kembali.

”Kalau bisa kasus ini dihentikan. Biarkan ibu Anik dirawat lalu dipulangkan. Kasihan,” harapnya.

Di sisi lain, dosen Program Studi Hukum Universitas Muria Kudus (UMK) Yusuf Istanto mengatakan, ATK yang menjadi tersangka dalam perkara melawan petugas telah diatur dalam pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 KUHP.

”Hakimlah yang berkuasa memutuskan tentang dapat tidaknya terdakwa dipertanggungjawabkan atas perbuatannya itu. Meskipun ia dapat pula meminta nasihat dari dokter penyakit jiwa. Pada praktiknya di persidangan, untuk membuktikan seseorang mengalami gangguan kejiwaan dihadirkan saksi ahli terkait masalah tersebut,” tuturnya.

Meski begitu, dia menyampaikan, dalam pidana mengenal perbuatan seseorang tak dapat dipidana. Meskipun, nyata perbuatan pidananya sepanjang terdapat alasan pembenar dan pemaaf.

”Untuk kasus ibu ATK dapat dikategorikan alasan pemaaf. Yaitu, alasan yang menghapus kesalahan dari si pelaku suatu tindak pidana,” ungkapnya.

sumber: pojoksatu

Halaman :

Berita Lainnya

Index