Komplotan Hacker Ini Retas Sistem Data untuk Lakukan Pemerasan

Komplotan Hacker Ini Retas Sistem Data untuk Lakukan Pemerasan
ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Polisi membekuk dua orang hacker atau peretas di kawasan Surabaya, Jawa Timur karena meretas ratusan website, baik luar maupun dalam negeri. Dalam aksinya, mereka mencuri informasi dari sistem yang berhasil dijebol dan melakukan pemerasan terhadap korbannya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono mengatakan, pelaku melakukan tindak pidana mengakses komputer atau sistem milik orang lain dengan paksa untuk mendapatkan informasi elektronik atau dokumen calon korbannya. Setelah mendapatkan data dari calon korbannya, pelaku menggunakan data korban untuk mengancam akan membocorkan informasi bila tak memberikan sejumlah uang.

"Pelaku menerobos, melampui, atau menjebol sistem pengamanan dengan cara hacking dari sistem elektronik milik orang lain. Lalu mengancam dan menakuti calon korban dengan meminta uang," ujarnya pada wartawan, Selasa (13/3/2018).

Menurutnya, komplotan itu tergabung dalam grup SBH yang terdiri dari enam orang dengan peran dan tugasnya masing-masing. Namun, baru dua pelaku yang dibekuk di kawasan Surabaya, Jawa Timur, yakni KPS ditangkap di daerah Sawahan, Kota Surabaya, Jawa Timur, yang juga pendiri sekaligus anggota SBH.

Sedang tersangka NA, paparnya, seorang warga Gubeng, Surabaya, Jawa Timur, yang juga tangan kanan KPS sekaligus anggota yang sudah meretas 600 website Indonesia dan luar negeri. Kelompoknya telah menjalankan aksi sejak setahun ini dengan penghasilan bervariasi, sekitar Rp 200 juta pertahun.

Dari pelaku, tambah Argo, polisi menyita barang bukti berupa handphone, laptop, dan modem. Pelaku dijerat Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau pasal 3, 4, dan 5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU.

"Dia melakukan hacking dengan meretas 600 websit atau sistem elektronik dan meminta sejumlah uang melalui metode pembayaran akun PayPal dan Bitcoin dengan alasan biaya jasa" tuturnya.


sumber: sindonews

Halaman :

Berita Lainnya

Index