Sayuti Melik, Pengetik Teks Proklamasi yang Berkali-kali Ditahan Penjajah

Sayuti Melik, Pengetik Teks Proklamasi yang Berkali-kali Ditahan Penjajah
Juru ketik naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945. (foto: dok kompas)

HARIANRIAU.CO - Rumah Soekarno di kawasan Pegangsaan Timur, Jakarta, menjadi saksi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Proklamasi kemerdekaan menjadi titik awal terbebasnya rakyat Indonesia dari belenggu penjajah. Suasana haru mewarnai saat Soekarno membacakan teks proklamasi.

Melihat ceritanya, teks proklamasi pada awalnya berupa tulisan tangan hasil diskusi Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo, hingga kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Siapakah Sayuti Melik? Dilansir dari kompas.com, Mohamad Ibnu Sayuti atau Sayuti Melik lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 22 November 1908. Ia merupakan putra dari Partoprawito dan Sumilah. Ayahnya seorang kepala desa yang ada di Kabupaten Sleman.

Semangat nasionalisme Sayuti diwariskan oleh ayahnya. Pada 1920, ia belajar tentang nasionalisme di sekolah guru di Solo hingga muncul keinginan menentang penjajahan. Tulisan-tulisan karya Sayuti pernah membuatnya ditahan oleh penjajah.

Pada 1926, Sayuti ditangkap karena tuduhan membantu PKI. Boven Digul menjadi tempat pembuangannya. Berkali-kali ia keluar-masuk penjara, hingga terakhir ditempatkan penjara Jakarta.

Penjara justru membuatnya terus bergerak dan semakin kritis. Pada 1938, Sayuti menikah dengan SK Trimurti. Bersama istrinya, Sayuti mendirikan Koran Pesat di Semarang. Sayuti dan SK Trimurti pun keluar-masuk penjara karena pemberitaan korannya. Pada masa penjajahan Jepang, Koran Pesat dibredel. SK Trimurti dan Sayuti ditangkap Jepang.

Menjelang persiapan kemerdekaan, Sayuti tercatat sebagai Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setelah mendengar berita kekalahan Jepang dari Sekutu pada 16 Agustus 1945, Sayuti Melik, Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan pemuda lain berencana membawa Soekarno-Hatta agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Akhirnya, Soekarno-Hatta dibawa ke Rengasdengklok dan didesak untuk mengambil tindakan sebelum terlambat. Desakan ini dipenuhi oleh Soekarno-Hatta. Rumah Laksamana Muda Maeda menjadi lokasi penyusunan naskah proklamasi.

Setelah naskah proklamasi selesai, Sayuti mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani Soekarno-Hatta. Setelah itu, dia mengubah dan mengetik naskah tersebut. Kalimat awal "Wakil-wakil bangsa Indonesia" menjadi "Atas nama bangsa Indonesia". Pasca kemerdekaan, dia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Sayuti juga tercatat pernah menjadi anggota MPRS dan DPR-GR. Namun, ketika MPRS mengangkat Soekarno menjadi presiden seumur hidup, Sayuti menolaknya. Pada masa Orde baru, Sayuti bergabung dengan Golkar dengan menjadi anggota MPR/DPR tahun 1971 dan 1977.

Sayuti pernah menerima Bintang Mahaputra Tingkat V pada 1961 dari Presiden Soekarno dan Bintang Mahaputra Adipradana II dari Presiden Soeharto 1973. 


Sumber: potretnews

Halaman :

Berita Lainnya

Index