Klarifikasi Anggota DPRD Persekusi Warga: Kalau Kapolri Tidak Bilang Itu Makar, Saya Tidak Akan Begitu

Klarifikasi Anggota DPRD Persekusi Warga: Kalau Kapolri Tidak Bilang Itu Makar, Saya Tidak Akan Begitu

HARIANRIAU.CO - Anggota DPRD Samarinda, Ahmad Vanandza menanggapi video yang viral di media sosial. Dalam video tersebut, Ahmad Vanandza bersama dua anggota DPRD Samarinda diduga melakukan persekusi kepada pengguna jalan yang memakai kaos #2019GantiPresiden.

Vanandza mengakui video tersebut. Namun dia membantah telah melakukan persekusi.

Menurutnya, tindakan seperti yang terekam di video tersebut sebagai bentuk bela negara. Dia beranggapan, kegiatan deklarasi ganti presiden merupakan perbuatan makar.

Ia mengklaim sudah berkonsultasi dengan pihak kepolisian dan dibenarkan bahwa deklarasi ganti presiden adalah perbuatan makar. Dengan begitu, seluruh warga Indonesia punya hak untuk menghalangi perbuatan tersebut.

”Kalau bukan bangsa Indonesia yang menghentikan, siapa lagi. Kalau membiarkan pun bisa kena sanksi hukum. Kalau saya dibilang persekusi, itu tidak benar,” jelas Vanandza, seperti dilansir prokal, Senin (17/9/2018).

“Saya hanya menyampaikan sesuatu yang saya anggap benar. Masyarakat banyak mendukung dan ini tidak ada kaitannya dengan partai (PDIP). Kalau Kapolri (Tito Karnavian) tidak mengatakan itu makar, saya tidak akan menyampaikan seperti itu,” tambah Vanandza.

Ahmad Vanandza (kanan) dan korban persekusi

Ahmad Vanandza

Anggota Komisi I DPRD Samarinda ini mengatakan, kegiatan deklarasi ganti presiden tidak memiliki izin dari pihak kepolisian.

“Saya bisa menuntut balik. Karena melakukan kegiatan yang meresahkan warga Samarinda,” tuturnya.

Lain hal ketika deklarasi ganti presiden diterima seluruh rakyat Indonesia, dirinya memastikan tidak akan ribut. Apalagi, lanjut dia, kegiatan itu tidak punya izin. Sedangkan, dirinya tidak melakukan sendirian.

“Ada Bu Suriani dan Pak Hairul Usman (anggota DPRD Samarinda). Masyarakat pun ikut terlibat,” beber dia.

Dirinya menegaskan, mengganti presiden ada prosesnya. ”Jangan main potong begitu saja. Presiden masih menjabat sampai 2019. Jagalah perasaan masyarakat. Ini belum waktu kampanye. Silakan manfaatkan Pilpres 2019,” sebut dia.

Terkait dirinya dianggap menistakan agama, politik PDIP ini membantah hal tersebut.

“Saya tidak bilang khilafah taik. Saya bilang, memangnya kamu mau bikin negara khilafah? (maaf, red) taik kamu. Ini negara republik. Itu yang saya katakan. Kalau mengganti presiden, berarti mengubah sistem dan saya tidak menyetujui Indonesia menjadi negara khilafah,” paparnya.

Anggota DPRD Perseksui pemakai kaos #2019GantiPresiden

Anggota DPRD perseksui pemakai kaos #2019GantiPresiden

Menurutnya, khilafah diartikan sebagai sistem pemerintahan. Sama halnya dengan sistem kerajaan dan republik.

“Saya menista di mana? Saya tidak menghina Alquran, hadis, dan agama Islam. Saya juga penganut agama Islam. Nama saya Ahmad, merupakan nama kecil rasul (Muhammad),” ucap dia.

Terkait pernyataan dari Ketua MUI Samarinda KH Zaini Zain, dia enggan beradu argumen.

“Mungkin beliau (Zaini Zain) tidak melihat video secara langsung. Kan bahasanya terputus, tapi nyambung. Atau mungkin hanya mendengar sepihak. Pak Zaini orang baik, saya mengerti itu,” ungkapnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPC PDIP Samarinda Siswadi memastikan, parpolnya tidak ada kaitannya dengan video yang beredar.

“Kalau ikut terlibat (PDIP) massanya pasti ribuan. Tidak mungkin sedikit. Itu murni suara rakyat,” ujarnya.

Dia pun sependapat bawah deklarasi ganti presiden merupakan perbuatan makar. Apalagi, lanjut wakil ketua DPRD Samarinda ini, mengganti kekuasaan sebelum waktunya.

“Mungkin menurut mereka (Ahmad Vanandza, Suriani, dan Hairul Usman) ini tindakan inkonstitusional dan tidak berdasarkan konstitusi. Mungkin mereka khawatir tidak ada lagi yang peduli. Ini bentuk kepedulian sebagai masyarakat,” tutur Siswadi.

Halaman :

Berita Lainnya

Index