Roslyakov, Mahasiswa Pembantai Massal di Kerch College Crimea

Roslyakov, Mahasiswa Pembantai Massal di Kerch College Crimea
Vladislav Roslyakov, 18, mahasiswa yang jadi salah satu pelaku pembantaian massal di Kerch College, Crimea, Rabu (17/10/2018). Sebanyak 18 orang tewas

HARIANRIAU.CO - Sebanyak 18 orang tewas, termasuk salah satu pelaku, dalam penembakan massal dan rentetan ledakan di Kerch College, perguruan tinggi politeknik di Crimea, hari Rabu. Salah satu pelaku adalah Vladislav Roslyakov, 18, mahasiswa kampus setempat.

Selain belasan tewas, sekitar 50 orang lainnya terluka dalam serangan mengerikan tersebut.

Komite Anti-Terorisme Nasional Rusia mengatakan Roslyakov menembak dirinya sendiri setelah beraksi. Para pelaku lain sedang diburu.

Pemimpin Crimea Sergei Aksyonov membenarkan bahwa Roslyakov adalah mahasiswa Kerch College.

"Pembunuh potensial menembak dirinya sendiri, melakukan bunuh diri. Dia adalah seorang mahasiswa dari lembaga pendidikan yang sama di tahun keempatnya. Mayatnya ditemukan di perpustakaan di lantai dua," kata Aksyonov, seperti dikutip Sputnik, Kamis (18/10/2018).

Crimea saat ini bagian dari Rusia setelah memisahkan diri dari Ukraina tahun 2014 melalui referendum. Bergabungnya Crimea ke Rusia ini tak pernah diakui Ukraina dan negara-negara Barat.

Juru bicara Komite Investigasi, Svetlana Petrenko, mengatakan identitas pelaku diidentifikasi dengan cepat.

Dalam sebuah rekaman video dari lokasi kejadian, Roslyakov terlihat memasuki kampus dengan senjata di tangannya. Dia kemudian mulai menembaki orang-orang di dalam kampus sebelum akhirnya bunuh diri. Sesaat sebelum Roslyakov beraksi, rentetan ledakan mengguncang kampus.

"Berdasarkan data di lokasi kejadian, para penyidik ??menganggap bahwa pemuda ini menembak orang-orang, yang berada di perguruan tinggi, kemudian melakukan bunuh diri. Sehubungan dengan ini, proses pidana yang sebelumnya dilembagakan berdasarkan pasal 205 KUHP Rusia telah direklasifikasi ke Bagian 2 dari Pasal 105 KUHP Rusia (membunuh dua orang atau lebih dengan metode berbahaya)," kata Petrenko seperti dilansir harianriau.co dari laman sindonews.com.

Halaman :

Berita Lainnya

Index