Jembatan Terpanjang Dunia di China Dianggap Ancam Populasi Lumba-Lumba

Jembatan Terpanjang Dunia di China Dianggap Ancam Populasi Lumba-Lumba
Lumba-lumpa putih China berenang di lepas Pantai Lantau, Hong Kong. (Foto: Reuters/Bobby Yip)

HARIANRIAU.CO - Aktivis konservasi mengatakan, populasi lumba-lumba putih China di perairan Hong Kong turun secara signifikan karena pembangunan jembatan penyeberangan laut terpanjang di dunia yang menghubungkan wilayah itu dengan daratan China.

Hal itu merebak tengah munculnya sejumlah laporan jembatan sepanjang 55 kilometer -yang dijuluki "jembatan kematian" oleh beberapa media lokal- tersebut mencabut nyawa 20 pekerja dan melukai lebih dari 500 orang selama pembangunannya.

Jembatan senilai Rp229 triliun yang dibangun dalam waktu satu dekade itu secara resmi dibuka oleh Presiden China Xi Jinping pada Selasa (23/10/2018).

Ketua Lembaga Konservasi Lumba-Lumba Hong Kong, Taison Chang Ka Tai, mengatakan kepada ABC News, populasi lumba-lumba di perairan wilayahnya turun lebih dari 40 persen, dari rata-rata 80 penampakan pada 2012 menjadi 47 pada 2017.

Jembatan laut terpanjang di dunia dibangun di Hong Kong. (AP: Kin Cheung)

Chang mengatakan, dampak konstruksi pada populasi lumba-lumba putih terbukti dalam distribusi lumba-lumba di daerah tersebut.

"Selama pembangunan jembatan, kami bisa melihat lumba-lumba di utara (Pulau) Lantau hampir hilang dari daerah itu, yang merupakan area terdekat dari konstruksi itu," katanya.

"Jadi kami bisa melihat hubungan yang sangat jelas antara konstruksi dan lumba-lumba."

Meskipun ada penurunan jumlah lumba-lumba, laporan dari media pemerintah China, CCTV, mengatakan prioritas utama diberikan untuk melindungi lumba-lumba putih, yang juga dijuluki "panda laut China".

Sebuah pernyataan di situs Otoritas Jembatan Hong Kong-Zhuhai-Macao menyatakan, sekitar Rp680 miliar dialokasikan untuk melindungi lumba-lumba.

Menurut Chang, meski langkah-langkah mitigasi diberlakukan oleh Departemen Perlindungan Lingkungan Pemerintah Hong Kong, seperti berhenti bekerja selama 30 menit saat lumba-lumba terlihat, langkah-langkah itu terbukti tidak efektif.

"Setelah mereka melihat langkah-langkah itu tidak efektif, mereka tidak melakukan apapun untuk mencoba membuat jumlah lumba-lumba meningkat lagi atau menghentikan pembangunan untuk sementara waktu guna melihat apakah mereka bisa memperbaiki situasi lingkungan laut," katanya.

"Saya bisa membayangkan situasi di perairan China bahkan lebih buruk daripada Hong Kong."

Media milik Pemerintah China, Xinhua, lewa akun Weibo berkomentar bahwa lumba-lumba putih terlihat "menari di sekitar jembatan" pada hari pembukaan, seolah-olah mereka "mengucapkan selamat pada hari ulang tahunnya".

Lumba-lumba putih melompat di depan jembatan Hong Kong-Zhuhai-Macau. (Reuters: Bobby Yip)

Chang menyebut komentar itu konyol karena hal yang wajar bagi lumba-lumba untuk menjulurkan kepala mereka ke udara.

Sementara itu, Chan Kam Hong, kepala eksekutif Asosiasi Hak-Hak Korban Kecelakaan Industri, mengatakan bahwa proyek itu juga mengakibatkan sejumlah "korban" yang sangat kritis.

"Yang kami ketahui sejauh ini adalah ada 11 pekerja yang tewas di lokasi konstruksi di jembatan bagian Hong Kong dan sembilan pekerja yang tewas di daratan," katanya.

"Sangat sulit bagi kami untuk mengumpulkan jumlah pasti korban karena pemerintah tidak memberi kami cara untuk mendapatkannya."

"Ini merupakan proyek besar, namun pandangan kami adalah bahwa meskipun proyek ini sangat besar dan menantang, bukan alasan yang bisa diterima untuk menyebabkan lebih banyak korban."

Terlepas dari banyaknya korban jiwa, media milik Pemerintah China dan postingan media sosial tentang Jembatan Hong Kong-Zhuhai-Macau sebagian besar positif.

"Tidak ada negara lain di seluruh dunia yang mampu membangun jembatan ini," komentar seorang warganet.

Jembatan itu secara resmi dibuka untuk lalu lintas publik pada Rabu (24/10/2018) pukul 09.00 waktu setempat setelah penundaan besar dan pembengkakan biaya.

Konstruksi dihentikan setelah Chu Yee Wah (66) mengajukan peninjauan yudisial terhadap laporan penilaian lingkungan proyek di Pengadilan Tinggi Hong Kong pada April 2011.

Aksi itu menghasilkan penundaan proyek selama 18 bulan, yang semula dijadwalkan akan selesai pada 2016.

Halaman :

Berita Lainnya

Index