Kisah Mesum Oknum Kasek yang Korbannya Dipenjara dan Didenda Rp500 Juta

Kisah Mesum Oknum Kasek yang Korbannya Dipenjara dan Didenda Rp500 Juta
Baiq Nuril di balik jeruji.

HARIANRIAU.CO - Ini mungkin kisah hukum langka di Indonesia. Korban pelecehan seksual justru dihukum penjara dan didenda Rp500 juta.

Korbannya adalah Baiq Nuril Maknun, mantan staf honorer SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sempat divonis bebas PN Mataram, dia lalu dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta oleh Pengadilan Tinggi Mataram dan Mahkamah Agung (MA).

Putusan kasasi Nuril diketuai majelis hakim agung Sri Murwahyuni, dengan anggota majelis hakim agung Maruap Dohmatiga Pasaribu dan hakim agung Eddy Army. Putusan diketok pada tanggal 26 September 2018.

"Terdakwa Baiq Nuril Maknun tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan," begitu bunyi putusan kasasi MA yang dikutip Minggu (11/11/2018).

UU ITE yang dimaksud yakni Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1). Pasal 27 ayat (1) berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Lalu, Pasal 45 ayat (1) berbunyi, "Setiap orang yang memenuhi unsur sebagimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000."

Padahal, pada Juli 2017, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril. Hakim PN Mataram menilai perbuatan Nuril tidak melanggar UU ITE di pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) tersebut sebagaimana dakawaan jaksa.

Telepon Mesum Oknum Kasek

Baiq saat itu tenaga honorer di SMAN 7 Mataram. Dia bertugas sebagai staf tata usaha. Kasus bermula pada Agustus 2012. Ketika itu, sekitar pukul 16.30 Wita, Baiq menerima telepon dari Haji Muslim, kepala SMAN 7 Mataram.

Dalam perbincangan tersebut, Muslim menceritakan rahasia pribadinya kepada Baiq. Diam-diam Baiq merekam pembicaraan itu.

Berselang dua tahun kemudian, tepatnya Desember 2014, rekaman tersebut tersebar. Isi percakapan dalam rekaman yang ternyata memuat konten asusila diketahui sejumlah pihak. Hal tersebut membuat Muslim dan keluarga malu. Akhirnya, Muslim dicopot dari jabatannya sebagai kepala SMAN 7 Mataram.

Dalam persidangan di PN Mataram pada 4 Mei 2017, kuasa hukum Baiq, Aziz Fauzi menyebut tindakan Muslim tidak etis. Padahal, staf honorer tersebut sudah menikah kala itu. Merupakan istri orang. Tak hanya itu, dalam percakapan tersebut pelapor mengeluarkan sejumlah pernyataan yang terindikasi cabul dan melecehkan perempuan.

"Hak siapapun untuk menelepon, tapi kalau menyampaikan pernyataan cabul itu masuk dalam pelecehan," kata Aziz.

Baiq mengaku merekam percakapan telepon itu karena sudah jengkel dan muncul gosip bahwa Nuril berselingkuh dengan atasannya. "Bu Nuril itu agak jengkel, jenuh terhadap telepon itu. Di sisi lain di sekolah itu muncul dugaan ada hubungan antara Bu Nuril dan M, karena kalau lembur Nuril selalu diajak. Nah, untuk membuktikan itu (tidak ada hubungan) rekaman," ujar koordinator #SaveIbuNuril, Joko Jumadi beberapa waktu lalu.

Joko menyebut langkah ibu tiga anak itu merekam pembicaraan mesum itu sebagai upaya membela diri. Nuril mengaku hanya menyimpan rekaman itu dan memperdengarkan ke salah seorang sahabatnya yang juga staf TU.

"Kemudian dia merekam pembicaraan pak Kepsek mengenai bagaimana dia berhubungan badan dengan ibu L. Rekaman itu disimpan, dan sebagai upaya defend karena selama ini Bu Nuril selalu ditelepon Pak M dan selalu ujungnya yang mesum atau cabul-cabul saja," kata Joko. (Rakyatku)

Halaman :

Berita Lainnya

Index