Budaya Mandi Safar Masih Melekat di Lingga

Budaya Mandi Safar Masih Melekat di Lingga
Masyarakat kunjungi pantai pasir panjang

HARIANRIAU.CO, LINGGA - Antusias masyarakat Lingga laksanakan budaya mandi safar masih terus dilakukan. Hal itu terlihat dengan ramainya masyarakat memenuhi tempat-tempat wisata pemandian seperti pantai, sungai maupun air terjun pada hari ini, Rabu (23/11).

Ardi (30) salah seorang warga Kampung Gelam, Daik Lingga ketika ditemui bersama sang istri di Objek Wisata Pantai Pasir Panjang, Desa Mepar tersebut mengatakan, mandi safar memang sudah membudaya di Kabupaten yang berjuluk negeri Bunda Tanah Melayu ini.

"Ini memang sudah tiap tahunnya dilakukan. Sudah membudaya," ungkapnya, Rabu (23/11).

Sebagaimana diketahui, mandi safar adalah salah satu tradisi lama Melayu yang hingga kini masih terjaga eksistensinya di Kabupaten Lingga. Tradisi lama yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam ini digelar setiap tahun di Bulan Safar dalam hitungan Tahun Hijriah.

Sementara itu, Amran, Plt Kasi Seni dan Budaya di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lingga mengatakan, memang pelaksanaan mandi safar boleh dilakukan baik di rabu awal, ke dua maupun ketiga di bulan safar bukanlah masalah. Namun, biasanya sejak dulu di Negeri Bunda Tanah Melayu ini pelaksaan mandi safar biasanya dilaksanakan pada rabu terkahir bulan safar.

"Sebenarnya mandi safar itu biasa kita lakukan pada rabu terakhir bulan safar. Tapi karna pada bulan safar kali ini hari rabu ada 5, jadi sebagian masyarakat mengadakan pada hari ini karna ini merupakan rabu ke empat. Biasanyakan memang rabu ke empat," ungkapnya.

Sesuai dengan namanya, tradisi ini dilaksanakan dengan acara mandi yang tujuannya untuk menolak bala. Bahkan, Tradisi Mandi Safar ini sudah dilaksanakan sejak zaman Sultan Riau-Lingga, Sultan Abdulrahman Muazamsyah yang memerintah tahun 1883-1911.

Saat ini, kegiatan Mandi Safar sudah menjadi agenda kegiatan yang dilaksanakan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Lingga. Karena berpotensi menjadi objek wisata baru yang sangat menarik, khususnya objek wisata sejarah dan budaya.

Sekaligus untuk meningkatkan silaturahmi, baik dengan sesama tetangga maupun dengan keluarga lainnya.

"Kami (Disbudpar) sendiri akan mengadakan kegiatan mandi safar pada hari rabu (30/11) mendatang setelah melakukan pertemuan bersama MUI dan LAM. Kalau masyarakat melakukan lebih awal tidak masalah, karna ini adalah budaya bukan masalah agama," terangnya.

Di samping menjalin hubungan silatarhmi, makna lain yang diambil dari pagelaran Mandi Safar adalah sebagai sarana untuk introspeksi diri. Baik secara lahiriah maupun secara batin dan mengharapkan rida dari Allah SWT. Sekaligus untuk melestarikan budaya lama yang sudah ada di daerah ini sejak ratusan tahun yang lalu.

Tradisi Mandi Safar juga dilaksanakan masyarakat Lingga umumnya. Ada yang melaksanakannya secara berkelompok di tempat pemandian umum dan ada juga yang melaksanakannya di sekitar masjid-masjid yang ada.

"Nantinya, kita akan melakukan mandi safar secara simbolis kepada anak-anak oleh Bupati Lingga atau yang mewakili di reflika istana Damnah," cetusnya.

Pantauan di lapangan, saat ini masyarakat Lingga berbondong mengunjungi tempat pemandian seperti Pantai Pasir Panjang, Air Terjun Resun, Pemandian Lubuk Papan serta objek wisata lainnya untuk ikut melaksanakan kegiatan turut temurun tersebut.

Bahkan, untuk tahun ini akan ada du agenda mandi safar. Mulai Rabu (23/11) dilakukan oleh sebagian masyarakat dan Rabu (30/11) yang akan digelar oleh Disbudpar Kabupaten Lingga. Adapun tempat-tempat wisata pemandian yang umum dikunjungi yakni Air Terjun Resun, Pantai Serim, Pemandian Lubuk Papan, Pantai Pasir Panjang dan Pantai Mempanak, serta Pantai Dungun.

 

 

Ruzi Wiranata

Halaman :

Berita Lainnya

Index