Lansia Tunanetra Ini Sudah 3 Tahun Tinggal di Pos Ronda, Begini Nasibnya Kini

Lansia Tunanetra Ini Sudah 3 Tahun Tinggal di Pos Ronda, Begini Nasibnya Kini

HARIANRIAU.CO - Bila dapat memilih, setiap orang pasti ingin hidup bahagia, dikelilingi keluarga yang mengasihi di hari tuanya. Namun karena guratan nasib, terkadang kehidupan seorang lanjut usia (lansia) memprihatinkan.

Seperti yang dialami seorang wanita renta, yang akrab disapa mbok Nah ini.

Sudah tiga tahun ini, wanita yang usianya telah mencapai 68 tahun ini tinggal di poskamling.

Mirisnya lagi, mbok Nah juga menyandang tunanetra, sehingga ia tak dapat melihat indahnya dunia ini.

Kondisi mbok Nah yang memprihatinkan diungkapkan oleh Feriawan Agung Nugroho, petugas dari Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Abiyoso Pakem, Sleman.

Seperti dikutip dari postingan Feriawan, pos ronda yang menjadi tempat tinggal mbok Nah berada di daerah jalan Godean.

Sedangkan tempatnya tidur hanya berukuran 2x1 meter, di dalam pos ronda.

Mbok Nah memasak di belakang pos ronda dengan menggunakan kayu bakar ataupun sabut kelapa.

"Dapur yang dia gunakan tidak lebih dari ruangan di belakang pos ronda yang sempit dan dipenuhi, lagi-lagi, oleh kayu bakar. Mengandalkan tungku anglo, saya tidak paham mengapa sampai saat ini tempat itu aman dari kebakaran. Karena jarak api anglo dengan benda mudah terbakar tidak lebih dari 30 centimeter," urai Feriawan dilaporkan TribunJogja.com.

"Di dapur itu tidak ada perabotan mewah, hanya satu panci, termos, gelas, wadah pastik dan beberapa botol air mineral yang diletakkan di atas rak tua," lanjutnya.

Menurut Feriawan, mbok Nah sudah mengalami tunanetra sejak berusia empat tahun.

Ia pun pernah menikah dan dikaruniai seorang putra, tetapi justru berpisah.

Tanpa alasan yang jelas tulis Feriawan, suami mbok Nah ingin menceraikan wanita itu.

Namun mbok Nah selalu mangkir dari panggilan pengadilan, sehingga akhirnya sang suami memilih untuk pergi meninggalkannya.

Mbok Nah bersama anaknya yang kala itu masih berusia tiga tahun, ditinggal begitu saja.

"Beruntung bahwa Mbok Nah memiliki orang tua yang mampu menyangga ekonomi dan menafkahi cucunya, maka selama itu pula Mbok Nah dan anaknya hidup bersama orangtua. Hingga si anak usia SD, meninggallah kedua orangtuanya. Mbok Nah menitipkan anaknya ke Panti Asuhan. Sementara rumah warisan orang tuanya dikosongkan. Dirinya memilih tinggal bersama Mbah Rah, sebut saja begitu, tetangganya yang hidup sendiri meninggali rumah yang rada besar," ungkap Feriawan.

Namun diduga karena kurang kasih sayang, putra mbok Nah tumbuh menjadi anak nakal.

Bocah tersebut juga mengabaikan mbok Nah.

Hingga akhirnya, mbah Rah yang menjadi teman mbok Nah meninggal dunia.

Rumah yang ditempati mbah Rah pun harus diwariskan ke pihak keluarga.

Lalu saat mbok Nah hendak kembali lagi ke rumah warisan orangtuanya, ternyata rumah itu sudah dijual oleh sang putra.

"Lewat kebikan warga setempat, Mbok Nah diijinkan untuk menempati pos ronda. Alih fungsi. Setidaknya itu bisa meringankan hidup Mbok Nah di sisa usianya itu. Selama itu pula kebutuhan dasarnya disokong oleh kebaikan warga kiri kanannya," tambah Feriawan.

Kini saat usianya semakin tua dan kondisi fisiknya semakin melemah, mbok Nah berinisiatif mendaftarkan diri agar bisa tinggal di panti jompo.

Ia tidak ingin menjadi beban bagi anaknya, yang kini telah menikah dan dikaruniai keturunan.

"Hal yang paling utama dia tanyakan, adalah berapa banyak lansia tuna netra yang tinggal di Balai PSTW. Saya jawab tujuh orang. Dia merasa lega bahwa ada orang senasib seperti dirinya di tempat kami. Itu menguatkan keinginannya untuk tinggal di Balai. Keinginnya kami luluskan. Dia bisa menjadi klien BPSTW Yogyakarta," tandas Feriawan.

Feriawan mengatakan, mbok Nah menyerahkan perawatan anaknya ke panti asuhan, karena tak memiliki biaya untuk membesarkan dan menyekolahkannya.

Rabu (17/1/2018) siang, mbok Nah akan diantar oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan setempat, ke Balai PSTW Abiyoso.

Halaman :

Berita Lainnya

Index