Waspada Dampak Diet Keto, Mayo dan OCD, Ini Kata Ahli

Waspada Dampak Diet Keto, Mayo dan OCD, Ini Kata Ahli
ilustrasi

HARIANRIAU.CO - Diet zaman now banyak sekali macamnya. Ada yang cara kerjanya mengurangi asupan karbohidrat, ada pula yang menyarankan untuk berpuasa, atau tidak makan garam. Semua intinya sama. Agar berat badan tubuh bisa terjaga dan ideal.

Beberapa di antaranya digandrungi masyarakat seperti diet mayo, diet ketogenik, dan diet intermittent fasting (IF). Seberapa baik sebenarnya diet itu untuk tubuh?

1. Diet Mayo

Diet ini menjanjikan penurunan berat badan sekitar 8-15 kg dalam waktu 13–14 hari. Salah satu ciri khas dalam diet mayo adalah Anda dilarang mengonsumsi makanan yang mengandung garam.

Menurut ahli gizi dari Rumah Sakit Pondok Indan Jakarta Diana F. Suganda dalam satu hari peserta diet mayo hanya boleh mengonsumsi makanan sejumlah 500-600 kalori per hari dari kebutuhan kalori harian manusia semestinya, yakni 1500–2000 kalori per hari.

Tidak mengherankan jika berat badan menyusut secara drastis dalam waktu singkat. Menurtu Diana, sifat garam atau natrium adalah menahan air di dalam tubuh. Ketika tubuh tidak mendapat asupan natrium otomatis tubuh tidak menahan cairan dan langsung dikeluarkan lewat urin. "Jadi, yang susut itu bukan massa lemak tetapi massa air alias water loss.” katanya.

2. Diet Ketogenik

Prinsip kerja diet ketogenik atau diet keto adalah membuat tubuh menuju kondisi ketosis yang dimanfaatkan untuk mengurangi massa tubuh.

Menurut ahli gizi dari Rumah Sakit Bunda Jakarta, Marya Hartono, diet keto rendah karbohidrat mengandung komposisi makronutrisi lemak 60–85 persen. Sisanya dari sumber protein dan sebagian kecil karbohidrat.

Sepintas terlihat sebagai diet yang bersahabat karena lemak langsung dibakar menjadi energi. Namun Diana mengingatkan, ada risiko penyakit jantung koroner yang harus dihadapi peserta diet keto ini.

Diana mengaku pernah punya pasien yang menjalani diet keto dan olahraga teratur selama satu tahun dan berat badannya turun 30 kg. Tetapi ketika dia cek darahnya, profil lipid darahnya ‘merah’ semua. Kolesterol tinggi. Trigliserin tinggi. Ini meningkatkan risiko terjadinya plak di pembuluh darah hingga dapat memicu strok dan penyakit jantung koroner,” kata Diana.

3. Intermittent Fasting (IF)

Ini diet yang tidak membatasi jenis makanan yang diasup tetapi mengatur jendela makan menjadi 6 jam atau 8 jam per hari. Contoh dari diet ini adalah Obsessive Corbuzier's Diet (OCD). Diana menuturkan, meski jenis makanan tidak dibatasi tetapi jumlah asupan harian yang dikonsumsi tidak akan memenuhi jumlah kebutuhan harian.

“Misal kita mulai makan jam 12 siang dengan jendela makan 6 jam, otomatis kita akan makan lagi jam 4 atau 5 sore dan jam 6 sore harus berhenti makan. Jadi dalam satu hari hanya 2 kali makan besar sehingga asupan kalori lebih sedikit dan berat badan pasti turun,” kata Diana F. Suganda, dari Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta,

Prinsipnya seperti ketosis yakni tubuh mencari sumber energi ketika tidak ada asupan yang masuk. Diana menambahkan, diet ini dapat diterapkan untuk orang yang tidak memiliki riwayat diabetes, perempuan hamil, atau ibu menyusui. Sebab, mereka tidak membutuhkan energi yang lebih banyak dari orang biasa. 

Diana membuat kesimpulan bahwa prinsip diet-diet tersebut adalah jumlah kalori yang masuk lebih sedikit dari yang dikeluarkan sehingga berat badan akan berkurang drastis. Selain itu, diet-diet tersebut bersifat sementara. Artinya jika berat badan yang diinginkan sudah tercapai maka diet dihentikan.

“Ketika diet telah usai, kita menjadi rakus dan akhirnya kalap makan. Kalau sudah seperti itu, berat badan akan naik lagi dan akhirnya mulai lagi dietnya dari awal bagai siklus. Oleh karenanya, diet yang paling aman dilakukan adalah diet gizi seimbang. Artinya orang tetap makan makanan yang beragam tetapi porsi dan jam makan diatur sesuai kebutuhan harian. Ingin menurunkan berat badan lebih sehat, selain diet jangan lupa olahraga.” katanya.

SUMBER: TEMPO

Halaman :

Berita Lainnya

Index