Ini Alasan Penyakit Lupus Disebut Sebagai Seribu Wajah

Ini Alasan Penyakit Lupus Disebut Sebagai Seribu Wajah
Yayasan Lupus Indonesia peringati Hari Lupus Dunia di kawasan Buderan HI, Jakarta, Minggu (10/5).

HARIANRIAU.CO -  Penyakit lupus memang tak sepopuler kanker, namun penyakit ini bisa menyerang seluruh jaringan serta organ tubuh dengan tingkat gejala yang ringan hingga parah.

Disampaikan Dr. Sumariyono, SpPD, KR, MPH selaku Ketua PB Perhimpunan Reumatologi Indonesia, lupus adalah penyakit autoimun di mana kekebalan tubuh seseorang kehilangan kemampuan untuk membedakan substansi asing dengan sel dan jaringan tubuh sendiri. Kondisi ini membuat sistem kekebalan tubuh menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat.

"Meski hingga kini faktor risiko penyakit lupus belum diketahui secara jelas, namun faktor genetik, imunologik dan hormonal, serta lingkungan, diduga memegang peran penting sebagai pemicunya," ujar Dr. Sumariyono pada temu media di Direktorat Jenderal P2PTM Kementerian Kesehatan, Selasa (8/5/2018).

Di Indonesia, Sumariyono menambahkan, angka kejadian baru lupus per tahunnya mencapai 5 per 100.000 penduduk. Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online 2016, terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit lupus. Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan 2014, dengan ditemukannya 1.169 kasus baru.

Lupus sendiri terdiri dari beberapa jenis, salah satu yang paling umum adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES). LES dikenal sebagai penyakit ‘Seribu Wajah’ karena memiliki gejala yang mirip dengan penyakit lain, sehingga sulit untuk dideteksi.

"Gejala LES dapat timbul secara tiba-tiba atau berkembang perlahan. Pasien LES dapat mengalami gejala yang bertahan lama atau bersifat sementara sebelum akhirnya kambuh lagi. Kesulitan dalam upaya mengenali LES sering kali mengakibatkan diagnosis dan penanganan yang terlambat," tambah dia.

Mahalnya biaya perawatan dan luasnya gejala yang ditimbulkan LES membuat penyakit ini menjadi beban sosio ekonomi bagi masyarakat dan negara. Guna menekan tingginya prevalensi LES, Kementerian Kesehatan mencanangkan program deteksi dini LES dengan Periksa Lupus Sendiri (SALURI).

Beberapa gejala yang mengarah pada LES antara lain demam lebih dari 38 derajat dengan sebab yang tidak jelas, rasa lelah dan lemah berlebihan, sensitif terhadap sinar matahari, rambut rontok, ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang melintang dari hidung ke pipi, ruam kemerahan di kulit, sariawan yang tidak kunjung sembuh, nyeri dan bengkak pada persendian terutama di lengan dan tungkai, menyerang lebih dari 2 sendi dalam jangka waktu lama, ujung-ujung jari tangan dan kaki pucat hingga kebiruan saat udara dingin, nyeri dada, dan kejang.

"Jika pasien mengalami minimal 4 gejala dari seluruh gejala yang disebutkan di atas, maka dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter di Puskesmas atau rumah sakit agar dapat dilakukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut," tambah Samariyono.

Meski demikian, hingga saat ini LES belum dapat disembuhkan. Samariyono mengatakan tujuan pengobatan adalah agar pasien mendapatkan remisi panjang sehingga tidak perlu mengonsumsi obat, mengurangi tingkat gejala, mencegah kerusakan organ, dan produktif seperti orang normal lainnya.

sumber: suara

Halaman :

Berita Lainnya

Index