HARIANRIAU.CO - Perkembangan kasus dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi di Tembilahan, Indragiri Hilir. Sudah mendapatkan lima orang tersangka. Empat tersangka diketahui identitasnya yakni Sabar Stevanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja yang merupakan pihak rekanan, dan Edi Mufti BE selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Selanjutnya, Syafrizal Taher dan Haris Anggara, dimana mereka merupakan sebagai konsultan pengawas dan kontraktor proyek pada pelaksanaan kegaitan dikerjakan tahun 2013 silam.
Untuk tersangka satu lagi, sampai saat ini belum diketahui identitasnya ataupun dari kalangan mana yang bersangkutan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau, Kombes Gidion Arif Setiawan saat ditanya identitas tersangka terakhir, Ia belum mau memberitahukannya.
Ia berasalan, karena saat ini, kasusnya masih ada tahapan yang mesti dilalui penyidik dalam pengusutan dugaan korupsi pemasangan pipa transmisi di Inhil. Jika proses teleh rampung, pihaknya berjanji akan menyampaikan identitas tersangkanya.
''Nanti sudah rampung akan kita sampaikan,'' tambahnya.
Ketika disinggung apakah tersangka satu lagi yakni Muhammad, kini menjabat sebagai Wakil Bupati Bengkalis? mantan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya enggan menjawabnya.
''Ini kan proses, masih ada proses lagi. Jadi belum bisa diekspos,'' singkat Gidion.
Dalam kasus ini, Muhammad diketahui diperiksa penyidik. Akan tetapi statusnya masih sebagai saksi.
Keterangan Wakil Bupati Bengkalis sangat dibutuhkan, sebab pada pengerjaan proyek pemasangan pipa transmisi, yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Bidang (Kabid) Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Riau.
Sebelumnya dugaan korupsi tersebut berawal dari laporan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Proyek milik Bidang Cipta Karya Dinas PU Provinsi Riau tahun 2013 ini, menghabiskan dana sebesar Rp3.415.618.000. Proyek ini ditengarai tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporan LSM tersebut, Muhammad ketika menjabat Kabid Cipta Karya Dinas PU Riau tahun 2013, diduga tidak melaksanakan kewajibannya selaku Kuasa Pengguna Anggaran proyek pipa tersebut. Selain itu, LSM itu juga menyebut nama Sabar Stavanus P Simalonga selaku Direktur PT Panatori Raja, dan Edi Mufti BE selaku PPK, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini.
Pada Kontrak rencana anggaran belanja tertera pekerjaan galian tanah untuk menanam pipa HD PE DLN 500 MM PN 10 dengan volume sepanjang 1.362,00. Ini berarti galian tanah sedalam 1,36 meter dan ditahan dengan skor pipa kayu bakar sebagai cerucuk. Galian seharusnya sepanjang dua kilometer.
Pada lokasi pekerjaan pemasangan pipa, tidak ditemukan galian sama sekali, bahkan pipa dipasang di atas tanah. Kemudian pada item pekerjaan timbunan bekas galian, dipastikan fiktif. Karena pengerjaan galian dan penimbunan tidak pernah ada.
Pekerjaan tersebut dimulai 20 Juni 2013 sampai dengan 16 November 2013, sementara pada akhir Januari 2014 pekerjaan belum selesai. Semestinya, kontraktor pelaksana PT Panotari Raja diberlakukan denda keterlambatan, pemutusan kontrak, dan pencairan jaminan pelaksanaan.
Namun menariknya, pihak Dinas PU Riau tidak melakukan denda, tidak memutus kontrak, dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan. Bahkan, Dinas PU Riau diduga merekayasa serah terima pertama pekerjaan atau Provisional Hand Over sebagaimana tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pertama Pekerjaan/PHO Nomor: 0/BA.ST-I/FSK.PIPA.TBH.XII/2013 tanggal 13 Desember 2013.
Akibat dari tidak dilakukannya pekerjaan galian tanah serta penimbunan kembali galian tanah. Namun pekerjaan tetap dibayar, negara diduga telah dirugikan Rp700 juta. Denda keterlambatan 5 persen dari nilai proyek sama dengan Rp170.780.900, dan jaminan pelaksanaan 5 persen dari nilai proyek juga Rp170.780.900. Sehingga diperkirakan total potensi kerugian negara Rp1.041.561.800.