Umar bin Khattab Tak Menghukum Orang yang Terpaksa Mencuri

Umar bin Khattab Tak Menghukum Orang yang Terpaksa Mencuri
Ilustrasi Khalifah Umar bin Khattab. Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/115200/umar-bin-khattab-tak-menghukum-orang-yang-terpaksa-mencuri Konte

HARIANRIAU.CO - Suatu ketika orang-orang membawa seorang wanita yang diduga telah melakukan zina kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Setelah berada di hadapan Sang Khalifah, wanita tersebut mengakui bahwa dirinya telah berzina dengan seorang temannya.

Seketika itu, Khalifah Umar bin Khattab langsung memerintahkan agar wanita tersebut dihukum rajam (hukuman mati dengan dilempari batu).

Namun Sayyidina Ali bin Abi Thalib meminta Khalifah Umar memberikan kesempatan kepada wanita tersebut agar menyampaikan penjelasannya. Perihal apa alasan yang membuatnya melakukan perbuatan zina. Khalifah Umar menyetujui usulan tersebut dan wanita itu mulai menjelaskan kronologinya.

Kata wanita itu, dia kehausan dalam sebuah perjalanan. Tidak air minum padanya dan tidak ada air susu pada untanya. Ketika itu, ia kemudian meminta minum pada seorang temannya, yang untanya masih ada air susunya. Temannya itu bersedia memberikannya minum asal dia ‘menyerahkan diri (diperkosa).’ 

Mendengar jawaban seperti itu, wanita tersebut langsung menolaknya. Bagaimana mungkin dia harus menyerahkan diri untuk mendapatkan seteguk air minum. Ia meminta minum sebanyak tiga kali, namun jawaban temannya tetap sama; ia akan memberi air susu unta jika mau menyerahkan diri. Hingga akhirnya wanita tersebut merasa tak berdaya lagi. Merasa begitu payah dan sudah akan mati kalau tidak segera meneguk air susu tersebut. Lalu kemudian dia menuruti permintaan temannya itu dan akhirnya mendapatkan air minum. Riwayat lain menyebutkan kalau wanita tersebut meminta minum kepada seorang gembala. 

Khalifah Umar menggelar musyawarah usai mendengarkan penjelasan dari wanita tersebut. Apakah tetap menjatuhinya hukuman rajam atau melepaskannya atau bagaimana. Ali bin Abi Thalib yang ikut dalam musyawarah menyakinkan sang khalifah bahwa wanita tersebut tidak lah berdosa karena dia melakukan itu karena terpaksa dan tidak sengaja hendak melanggar atau melampaui batas. Khalifah Umar akhirnya membebaskan wanita tersebut. Demikian diceritakan dalam Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2015).

Di lain waktu, Khalifah Umar juga mengampuni pencuri yang mencuri unta karena kelaparan. Kisahnya, suatu hari beberapa pembantu Hatib bin Abi Balta’ah ketahuan mencuri seekor unta milik orang dari Muzainah. Kusayyir bin As-Salt kemudian meminta Khalifah Umar untuk menjatuhkan hukuman potong tangan pada pencuri tersebut. 

Singkat cerita, Khalifah Umar melepaskan beberapa pembantu Hatib tersebut dari tuduhan pencurian setelah mengetahui kalau mereka melakukan itu untuk sekadar mencari hidup. Amirul Mukminin bahkan meminta Abdurrahman, anak Hatib, untuk membayar dua kali lipat harga unta orang Muzainah yang dicuri beberapa pembantu Hatib tersebut. 

“Pergilah Abdurrahman dan berikan kepadanya (orang Muzainah pemilik unta) delapan ratus, dan bebaskan anak-anak muda itu pencuri itu dari tuduhan pencurian, sebab Hatib yang telah memaksa mereka mencuri: mereka dalam kelaparan dan dan sekadar mencari hidup,” kata Khalifah Umar.

Khalifah Umar itu dikenal sebagai orang yang tidak memberlakukan hukum karena darurat atau terpaksa. Buktinya, dia membebaskan seorang wanita yang terpaksa berzina dan sejumlah pembantu Hatib yang mencuri unta karena dipaksa mencuri.

Dia mendasarkan argumennya pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 173: “…jika dalam keadaan terpaksa bukan sengaja hendak melanggar atau mau melampaui batas maka tidaklah ia berdosa. Allah Maha Pengampun, Maha Pengasih.” 

Pada masanya, Khalifah Umar bin Khattab melakukan banyak ijtihad terkait hukum Islam. Dia banyak mengeluarkan ‘fatwa’ sampai sesuatu baru yang sama sekali belum muncul atau belum diputuskan pada zaman Nabi Muhammad. Misalnya, menghentikan pembagian harta rampasan perang berupa tanah milik rakyat Syam dan Irak—padahal Nabi membagikan tanah Khaibar kepada mereka yang ikut menaklukkannya, menghentikan pembagian zakat kepada mualaf—padahal mualaf termasuk asnaf delapan, mengodifikasi Al-Qur’an, dan lain sebagainya. 
 

Sumber: islam.nu.or.id
 

Halaman :

#Khazanah

Index

Berita Lainnya

Index