Airlangga Blak-blakan soal Bohir Demo Tolak Omnibus Law

Airlangga Blak-blakan soal Bohir Demo Tolak Omnibus Law

HARIANRIAU.CO - Pemerintah menduga gerakan demo buruh, pekerja, dan mahasiswa yang menolak UU Cipta Kerja (Omnibus Law Ciptaker) 'ditunggangi' oleh sekelompok kepentingan.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sebenarnya pemerintah mengetahui siapa 'dalang' dibalik aksi unjuk rasa yang berlangsung sejak Selasa (6/8/2020) hingga Kamis (8/10/2020).

"Jadi kita tahu siapa yang menggerakkan, kita tahu siapa sponsornya. Kita tahu siapa yang membiayainya," ujar Airlangga dalam program Squawk Box di CNBC Indonesia TV, Kamis (8/10/2020).

Menurut Airlangga orang 'di balik layar' yang menggerakkan dan membiayai aksi demonstrasi tersebut memiliki ego yang sangat besar. Di tengah pandemi mereka menggerakkan demo, namun orang di balik layar ini tidak ikut dalam demo.

Orang bekerja di balik aksi penolakan UU Cipta Kerja, dari penuturan Airlangga, kemungkinan lebih dari satu orang dan merupakan kaum yang berintelektual.

"Sehingga tentu kita juga melihat tokoh-tokoh intelektual ini mempunyai cukup 'ego sektoral' cukup besar. Karena tokoh ini tidak ada di lapangan, mereka ada di balik layar," ujar Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.

Oleh karena itu, sponsor dari aksi massa yang menolak Undang-Undang Cipta Kerja ini sudah dipantau oleh pemerintah.

Pemerintah pun, kata Airlangga, tidak akan segan-segan melakukan tindakan tegas secara hukum, apabila situasi aksi massa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia semakin ricuh.

Terlebih, di tengah pandemi Covid-19 saat ini, mengingat aksi demonstrasi melibatkan banyak orang, akan berbahaya untuk keselamatan semua masyarakat di Indonesia.

Dia menegaskan, jika penularan Covid-19 tidak kunjung berhenti, maka akan butuh waktu yang panjang lagi untuk memulihkan ekonomi.

Oleh karena itu, dia menegaskan pemerintah tidak akan segan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum jika situasi semakin tidak kondusif.

"Kita tidak bisa menghukum hanya berdasarkan kata-kata. Tentu kita melihat tindakan-tindakan yang dilakukan. Apabila ada tindakan hukum [yang dilanggar], pemerintah mengambil tindakan tegas, terutama melalui aparat penegak hukum," jelas Airlangga.

Para demonstran yang menolak UU Cipta Kerja juga dituding pemerintah tidak melihat isi undang-undang. Sehingga mereka berdemonstrasi hanya karena dimobilisasi oleh tokoh-tokoh intelektual yang sudah dikantongi namanya oleh pemerintah tersebut.

"Dan dimobilisasinya itu sebelum undang-undang diketok dan jadwalnya sudah dibuat tanggalnya. Jadi kita harus melihat secara objektif bahwa ini memang ada gerakan dari mereka di balik layar yang memang ingin mendapatkan perhatian," tuturnya.

Pemerintah bahkan mengetahui, meski 90% pabrik tetap beroperasi dan berproduksi, tapi mereka tetap mengirimkan utusan karyawannya untuk melakukan aksi massa.

"Memang ada beberapa pabrik 'mengirimkan utusan' karena mereka khawatir pabriknya terganggu. Nah, ini lah tentu sebagai pengikut-pengikut 'merasa harus berpartisipasi' dalam kegiatan-kegiatan semacam ini," ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Badan Kepala Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga meyakini ada sekelompok orang yang sengaja ingin memutarbalikan fakta mengenai isi dari UU Cipta Kerja. Diduga kelompok tersebut memiliki kepentingan tertentu.

"Dalam pandangan kami, beberapa hari ini rasa-rasanya ini sudah masuk pada suatu pola. Di mana ada terkesan sekelompok tertentuu yang ingin untuk menggiring fakta menjadi sesuatu yang bukan fakta dengan kepentingan kelompoknya masing-masing," ujar Bahlil dalam video conference, Kamis (8/10/2020).

Kendati demikian, Bahlil tidak menyalahkan orang-orang yang mengkritisi pemerintah mengenai UU Sapu Jagat tersebut, namun dalam mengkritisi sebaiknya disampaikan dengan jelas.

Pemerintah, diklaim Bahlil senang jika dikritisi, tapi sebaiknya kritikannya itu harus jelas, agar bisa menjadi masukan yang konstruktif untuk pemerintah.

Oleh akrena itu, dirinya mengingatkan mengenai masa depan Indonesia. Dia meminta seluruh pihak meyakini bahwa Undang-undang Cipta Kerja adalah jalan keluar untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia yang belum mendapat pekerjaan.

"Memberikan masukan kepada pemerintah, mengkritisi pemerintah hak yang dijamin oleh undang-undang selama masukan atau kritik itu konstruktif, kemudian objektif, dan mempunyai data."

"Bayangkan kalau tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk adik-adik kita. Kita akan menjadi generasi yang akan menyesal di kemudian hari," ujarnya.

Respon Serikat Buruh

Kalangan serikat pekerja menanggapi santai soal tudingan bahwa aksi mogok nasional selama 3 hari ada yang mendanai alias ada bohir atau bouwheer-nya.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S. Cahyono tertawa geli saat dimintai tanggapan soal tudingan tersebut.

Ia menegaskan aksi buruh tak ada yang mendanai dari pihak luar karena buruh punya kas internal di bawah wadah organisasi melalui urunan atau iuran rutin setiap bulan.

"Kami dari KSPI tak ada yang mensponsori karena setiap anggota punya iuran, buruh bukan pengangguran, punya uang," kata Kahar kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/10/2020).

Kahar mengatakan selama ini iuran dipungut dari para anggota yang besarannya 1% dari gaji setiap bulan. Misalnya seorang buruh dengan gaji Rp 5 juta, maka iurannya sekitar Rp 50 ribu per bulan.

"Iuran ini untuk menjalankan organisasi antara lain pelatihan, advokasi, aksi-aksi juga, jadi murni dari serikat pekerja. Nggak ada sponsor," tegas Kahar.

Kahar menolak buka-bukaan berapa kas KSPI dari iuran para anggotanya. Namun, ia mengatakan saat ini saja anggota KSPI lebih dari 1 juta buruh. Ia menegaskan uang iuran ini dipertanggungjawabkan setiap bulan maupun secara tahunan di tingkat organisasi.

"Soal aksi mogok ini kami tidak tahu berapa keluarnya, nggak banyak pengeluaran paling biaya, konsumsi air, dan makan siang. Kadang-kadang buruh biaya sendiri," katanya.


sumber: cnbcindonesia.com

Halaman :

Berita Lainnya

Index