Dua Terdakwa Kasus Embarkasi Haji Riau Dituntut 10,5 Tahun Penjara

Dua Terdakwa Kasus Embarkasi Haji Riau Dituntut 10,5 Tahun Penjara
Ilustrasi

HARIANRIAU.CO, PEKANBARU - Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Riau menuntut dua terdakwa dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan embarkasi haji Provinsi Riau, M Guntur dan Nimron Varasian dengan 10 tahun enam bulan penjara.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana 10 tahun enam bulan penjara," kata JPU Dame saat membacakan tuntutan di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Jhony di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, Kamis.

JPU Dame menilai bahwa kedua terdakwa terbukti bersalah sesuai dakwaan jaksa Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, tentang pemberantasan Tipikor.

Selain tuntutan kurungan penjara, kedua terdakwa juga dikenakan tuntutan denda Rp1 miliar, subsidair kurungan enam bulan. Dalam tuntutannya, JPU tidak mengenakan ganti rugi kepada Guntur.

Sementara Nimron dituntut membayarkan ganti rugi keuangan negara berupa uang penganti sebesar Rp8,333 Miliar, subsidair enam tahun kurungan.

Dalam tuntutannya, JPU menilai terdapat sejumlah hal yang memberatkan Nimron. Di antaranya, memberi keterangan berbelit-belit, tidak merasa menyesal, serta mengganggu upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Guntur merupakan mantan Kepala Biro Tatapemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Riau yang juga merupakan Kuasa Pengguna Anggaran dan Ketua Panitia Pengadaan Tanah untuk, sementara Nimron Varasian merupakan pihak perantara atau broker pengadaan lahan tersebut.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Riau beberapa waktu lalu. Kejati Riau menilai kedua terdakwa diduga melakukan penggelembungan dana pembebasan lahan.

Penggelembungan itu dilakukan dengan cara menaikkan harga jual tanah yang seharusnya Rp100.000/meter persegi menjadi Rp400.000/meter persegi. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Riau menyatakan negara dirugikan Rp8,3 miliar akibat perkara ini.

Kasus ini bermula ketika 2012 Pemprov Riau melalui Biro Tata Pemerintahan mengalokasi anggaran kegiatan pengadaan tanah asrama haji senilai Rp17.958.525.000.

Tanah yang terletak di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru itu dimiliki beberapa warga, dengan dasar hukum berupa sertifikat tanah, SKT (Surat Keterangan Tanah), dan SKGR (Surat Keterangan Ganti Rugi). Penyidik Kejati Riau menduga ada penyimpangan dalam pembebasan lahan tersebut. Dugaan pelanggaran berupa harga tanah yang dibayarkan ternyata tidak berdasarkan kepada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tahun berjalan.

Selain itu, pembayaran atas tanah juga tidak berdasarkan kepada harga nyata tanah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum.(Antarariau)

Halaman :

#Korupsi

Index

Berita Lainnya

Index