Alquran Dibuang, Rumah dan Madrasah Rohingya Dibakar

Alquran Dibuang, Rumah dan Madrasah Rohingya Dibakar
Sejumlah pengungsi muslim Rohingya tiba di Bangladesh setelah melintasi Sungai Naf, (7/9).

Tudingan Pemerintah Myanmar bahwa penduduk Rohingya sengaja membakar rumahnya terbantahkan. Kamis (7/9) sekitar 20-an jurnalis yang diajak oleh Pemerintah Myanmar keliling area konflik melihat dengan mata kepala mereka sendiri rumah-rumah warga Rohingya yang baru saja dibakar di Desa Gawdu Zara, Rakhine. Padahal di desa itu tak ada satupun orang Rohingya, seluruhnya  telah mengungsi.

Salah satu penduduk setempat menyatakan jika yang membakar adalah polisi dan umat Budha Rakhine. Padahal tak ada polisi selain yang menemani para jurnalis. Penduduk tersebut berlari saat akan ditanyai lebih lanjut. Dia mungkin ketakutan oleh polisi yang mengawal para pemburu berita tersebut. Kunjungan ke area konfik di Rakhine itu memang tidak bisa bebas, hanya boleh ke tempat-tempat tertentu yang disetujui oleh pemerintah. Tidak ada satu orangpun jurnalis yang bisa masuk ke Rakhine tanpa pengawalan.

Kasus pembakaran itu sepertinya di luar skenario pemerintah. Hanya berselang sekian meter, ada 10 orang pria yang keluar dari kepulan asap. Mereka membawa parang dan tampak gugup. Salah satu dari mereka berkata tidak tahu menahu bagaimana api muncul dan membakar pemukiman penduduk Rohingya. Bukan hanya rumah yang dibakar, tapi juga sekolah madrasah di desa itu. Buku-buku pelajaran dan Alquran dibuang begitu saja di luar gedung. Hanya sebuah masjid di desa itu yang tidak ikut terbakar.

Desa  Ah Lel Than Kyaw yang mereka kunjungi selanjutnya tak jauh berbeda. Sepi dan terbakar habis. Di beberapa titik, api masih muncul. Sayup-sayup suara tembakan juga terdengar dari kejauhan. Petugas kepolisian setempat Aung Kyaw Moe mengungkapkan jika kebakaran terjadi sejak 25 Agustus lalu dan sebagian masih terbakar kemarin. Bukan hanya bangunan, tapi juga mobil, sepeda motor dan berbagai hal lainnya juga ikut dibumihanguskan. Masjid di desa itu rusak.

''Kami tidak melihat siapa yang sebenarnya membakar karena kami harus menjaga keamanan pos. Tapi saat rumah-rumah terbakar, hanya ada orang  Bengali di desa,'' ujar Moe. Yang dimaksud Bengali adalah orang Rohingya.

Sejak konflik di Rakhine mencuat, sudah ada sekitar 160-an ribu warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh. Sekitar 80 persen di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. PBB mengungkapkan jika konflik terus berlanjut, jumlah pengungsi Rohingya itu bisa naik dua kali lipat. Kamp-kamp pengungsian sudah penuh sesak, butuh tempat baru untuk menampung mereka.  International Organization for Migration (IOM) menegaskan jika mereka membutuhkan bantuan setidaknya sebesar USD 18 juta (Rp 239,4 miliar) untuk membeli makanan dan membuat tempat penampungan bagi para pengungsi.

''Tim kami melihat arus orang yang datang tampak begitu trauma dan miskin,'' ujar Pavlo Kolovos, ketua Médecins Sans Frontières (MSF) atau yang dikenal dengan Doctors Without Borders. Itu adalah kelompok relawan yang terdiri dari para petugas medis. Kolovos mengungkapkan jika mereka tak pernah melihat pengungsi dalam skala besar seperti itu. Banyak diantaranya yang mengalami luka akibat kekerasan serta infeksi parah. Mereka tentu tak bisa mendapatkan perawatan yang memadai. Orang-orang yang kondisinya sangat parah dilarikan ke rumah sakit di Bangladesh. Tapi saat ini beberapa rumah sakit juga sudah kewalahan.

Sebelum terjadi konflik, diperkirakan ada satu juta penduduk Rohingya di Rakhine. Kini tidak diketahui berapa warga Rohingya yang masih tersisa di Rakhine. Tidak ada satupun organisasi kemanusiaan yang diperbolehkan ke area konflik.  Direktur Eksekutif Unicef Anthony Lake mengungkapkan bahwa kini mereka tidak bisa menjangkau 4 ribu anak-anak yang mengalami malnutrisi di  Buthidaung dan Maungdaw, Rakhine. ''Program sanitasi, pengadaan air bersih dan perbaikan sekolah juga dihentikan,'' tegasnya.

TPF Bakal ke Bangladesh
Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bisa masuk ke Myanmar hingga kini masih menemui ganjalan. Tim Pencari Fakta (TPF) bentukan Dewan HAM PBB belum juga mendapatkan akses masuk ke negara tersebut. sejumlah opsi pun mengemuka bila pada akhirnya TPF benar-benar tidak bsia masuk ke Myanmar.

Hal itu disampaikan Ketua TPF Marzuki Darusman saat berbincang, kemarin (7/9). Dia menuturkan, saat ini pihaknya masih menunggu isyarat dari pemerintah Myanmar. ’’Pemerintah Myanmar pada prinsipnya berkeberatan dengan adanya tim pencari fakta ini,’’ ujarnya. Hanya, dia mengingatkan bahwa TPF dibentuk oleh Dewan HAM PBB di mana Myanmar menjadi salah satu anggotanya.

Karena itu, diharapkan ada kerjasama dari Pemerintah Myanmar agar melancarkjan kegiatan TPF. Sebab, persoalan tersebut sudah menjadi masalah internasional. Yang paling utama, tuturnya, TPF ingin bertemu dengan Pemerintah Myanmar. Setelahnya, diharapkan bisa mendapatkan akses ke Rakhine.

Marzuki meyakinkan bahwa TPF tidak datang ke Myanmar untuk mencari-cari kesalahan. Bukan juga untuk mencari bukti perkara. ’’Kami ingin memperoleh pengertian yang dalam tentang kejadian-kejadian dan apa yang menjadi penyebab dari keadaan ini,’’ lanjut mantan Jaksa Agung era Presiden Abdurrahman Wahid itu itu. pihaknya akan masuk secara objektif.

Pertemuan dengan pemerintah Myanmar akan membuat TPF bisa menjelaskan maksud kedatangannya dnegan baik. sehingga, tidak sampai timbul kesalahpahaman pada pemerintah Myanmar, dan di sisi lain TPF juga bisa bekerja dengan lancar. Pihaknya akan terus melancarkan lobi sampai benar-benar ada penolakan resmi. Bila ternyata TPF benar-benar tidak bsia masuk ke Myanmar, sudah disiapkan sejumlah alternatif. Alternatif pertama, TPF akan berkonsultasi dengan pemerintah negara yang memiliki hubungan baik dnegan Myanmar. Dalam hal ini TPF melihat pemerintah Indonesia berada di depan.

Namun, dia membantah bahwa TPF hendak membonceng diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. dia menegakan, TPF bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh negara manapun. Sikap itu diambil agar laporannya bisa lebih objektif. Hanya saja, tidak menutup kemungkinan TPF berkonsultasi ke negara-negara sahabat Myanmar.

’’Kalau tidak bisa, kita akan ke negara-negara yang terkena dampak dari masalah ini. Yakni, Bangladesh, Thailand, atau Malaysia,’’ tutur pria 72 tahun itu. Pihaknya tidak akan menunggu pemerintah Myanmar. Pekan ini akan diputuskan apakah TPF akan mengambil alternatif lain atau menunggu isyarat pemerintah Myanmar.

Kemudian, dalam dua pekan ke depan pihaknya akan membuat laporan kepada Dewan HAM PBB. laporannya berupa metodologi, bagaimana cara pengumpulan fakta, dan mana saja wilayah yang akan diteliti. Selain Rakhine, pihaknya juga akan meneliti Myanmar secara keseluruhan.

Marzuki menambahkan, TPF datang ke Myanmar bukan atas kesimpulan tertentu. TPF berangkat dari asumsi bahwa di Rakhine sedang ada persoalan. Untuk itu, harus ada penelitian untuk mengetahui persoalan yang terjadi di Rakhine.

Sementara itu, di dalam negeri, TNI AD turut bersiap diri mengantisipasi kedatangan pengungsi warga Rohingnya dari Myanmar. Meski belum mendapat informasi mengenai pergerakan warga Rohingnya ke tanah air, mereka tidak berdiam diri. Menurut Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Alfret Denny Tuejeh sudah menjadi tanggung jawab instansinya menjaga perbatasan wilayah Indonesia dengan negara lain.

Ini termasuk di antaranya daerah yang sangat mungkin menjadi pintu masuk bagi warga Rohingnya ke Indonesia. ”Tugas TNI mengamankan perbatasan,” jelas pria yang akrab dipanggil Denny itu. Sesuai prosedur yang berlaku, setiap warga negara asing (WNA) yang masuk Indonesia tanpa izin, TNI bakal memeriksa dan mengamankan mereka. ”Nanti ada prosesnya,” tambah dia. Proses yang dia maksud juga dilakukan berdasar aturan yang berlaku.

Denny menjelaskan bahwa TNI tidak bekerja sendiri. Mereka turut dibantu oleh instansi lain. Termasuk di antaranya Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigarsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta Ditjen Bea dan Cukai Kementeria Keuangan (Kemenkeu). ”Tidak hanya TNI,” tegasnya. Yang pasti, sambung dia, prajurit TNI AD sudah ditempatkan di wilayah perbatasan. Khususnya yang rawan. 

Halaman :

Berita Lainnya

Index